Ada tiga nama Singh dalam sejarah atletik di Indonesia. Pencapaian mereka luar biasa dan ternyata mereka bukanlah saudara kandung.
Intisari-Online.com – Selama lebih kurang 12 tahun, dari sekitar 1950 sampai 1962, tiga pelari Singh, Ndalip, Gurnam dan Charanyit, memegang peran utama dalam dunia atletik kita.
Selama masa sedekade lebih itu ketiga pelari tadi secara berturutan dan sebagian lagi secara berbarengan mendominir nomor-nomor lari jarak menengah sampai jarak jauh, dari 800 m sampai marathon.
Dalam tarap atletik Indonesia dapat dikatakan, bahwa prestasi mereka cukup menonjol, walaupun tidak tergolong luar biasa. Tetapi adalah merupakan hal yang sangat unik, bahwa selama masa dominasinya itu rekor-rekor nasional hampir tidak pernah terlepas dari tangan mereka.
Hal ini juga menunjukkan, bahwa dari kalangan orang Singh memang terdapat bakat-bakat untuk berprestasi lebih dari biasa dalam olahraga lari.
Baca juga:Masih Muda dan Tidak Diunggulkan, Namun Lanny Kaligis Menjadi Ratu Gelanggang Tenis Asian Games
Ketiga pelari, yang namanya ditandai Singh itu, satu dengan yang lain tidak mempunyai hubungan. Nama Ndalip Singh muncul sekitar tahun 1950 dari daerah Yogya dan tenggelam kembali setelah 1956.
Tahun 1956 ini sebelum Ndalip lenyap telah muncul Gurnam dari Medan, Gurnam Singh ini bertahan sampai 1962.
Selama 6 tahun lebih ini Gurnam menyemarakkan arena atletik Indonesia tidak hanya dengan prestasinya tetapi juga dengan pemunculannya yang selalu tetap bersorban.
Nama Charanyit Singh menjadi bahan utama dalam berita atletik Indonesia selama lebih kurang lima tahun, namun penampilannya sebagai pelari top cukup cemerlang.
Rekor nasional 800 M
Charanyit Singh, yang bangun tubuhnya termasuk jangkung bagi orang Indonesia dan memiliki tungkai panjang, mengkhususkan diri dalam lari jarak menengah, 800 m dan 1.500 m. Sebelum kejuaraan PASI 1956 di Yogya rekor nasional untuk lari 800 m tercatat atas nama Rivai dengan waktu 2 : 07.0.
Dalam kejuaraan nasional tersebut Jopie Timisela membuat sejarah dengan penumbangan rekor melewati batas 2 menit, menjadikannya 1 : 59.8. Kemudian tahun 1961 rekor ini diturunkan menjadi 1 : 58.7 oleh Steve Thenu.
Dan setahun kemudian, 1962, muncullah Charanyit Singh di arena lari dengan rekor baru 1 : 56.5, yang diciptakan dalam pertandingan dwilomba dengan regu Australia di stadion Senayan sebagai "dress rehearsal" bagi Asian Games ke-4.
Selama tahun 1962 itu dua kali lagi Charanyit memperbaiki rekor, dalam Asian Games 4: 1 : 54.5 dan dalam suatu pertandingan di Koln, Jerman barat: 1 : 52.9.
Dalam Asian Games 4 di Jakarta itu Charanyit tidak berhasil menggondol medali, dalam Asian Games berikutnya di Bangkok tahun 1966 pun tidak. Tapi kembali dia menciptakan rekor nasional, waktunya: 1 : 50.7.
1.500 M
Dalam perkembangan rekor nasional untuk nomor lari 1.500 m sejak 1950 ketiga Singh turut berperan. Tahun 1950 Ndalip Singh memperbaiki rekor Soetopo sejak 1948, 4 : 44.7 dijadikan 4 : 36.4.
Kemudian pada tahun 1953 terdapat nama Lim San Lee, pelari dari Jakarta, yang menumbangkan rekor Ndalip, waktunya 4 : 29.6. Dalam kejuaraan PASI 1956 kembali Ndalip merebut rekor, dia menjadi juara nasional dengan waktu 4 : 19.1.
Tahun 1961 dua pelari lain turut membantu menurunkan rekor nasional. Pertama-tama Mochtar, yang membuat waktu 4 : 18.1 dan kedua J. Mulder dengan waktunya 4: 16.2.
Datanglah kemudian Charanyit pada tahun 1962 yang menguranginya hampir 2 detik, waktunya 4 : 14.4. Tidak lama sesudahnya dalam suatu pertandingan try-out Gurnam Singh mencatatkan waktu 4 : 13.2.
Setelah itu secara tertentu Charanyit memperbaiki rekor sehingga mencapai puncaknya dalam Asian Games ke 4 tahun 1962. Dari 4 : 13.2 Charanyit mencatat 4 : 09.2, kemudian 4 : 06.4 dan dalam Asian Games 4 di Senayan menciptakan rekor dua kali secara berturutan, dalam perlombaan seri 4 : 01.6 serta di babak final 3 : 55.6 sebagai orang pertama di Indonesia yang berhasil melewati batas waktu 4 menit untuk 1.500 m.
5.000 M
Setelah tahun 1951 sekali dan kemudian 1956 sebagai juara PASI Ndalip Singh menciptakan rekor, 17 : 47.6 dan 16. : 24.5, dengan diseling oleh Djasman (1953: 17 : 43.4) dan Lim San Lee (1953: 16 : 52.7).
Setelah pada tahun 1960 menyamai rekor Ndalip Gurnam Singh tidak melepaskannya lagi sampai "exit" tahun 1962. Di luar negeri, di Bukares dalam kejuaraan antar mahasiswa (1961) dua kali secara berturutan 15 : 39.4 dan 15 : 32.6.
Dalam tahun 1962 ia membuat sejarah dengan keberhasilannya untuk melewati batas waktu 15 menit untuk jarak 5.000 m ini.
Dalam suatu pertandingan di Surabaya Gurnam membuat rekor dengan 15 : 28.9 dan di stadion Senayan pertengahan tahun dalam dwilomba dengan Australia tercatatlah waktu bersejarah itu: 14 : 44.0.
10.000 M
Seperti dalam jarak 5.000 m Ndalip memulai penumbangan rekor di tahun 1951, waktunya 40 : 36.6. Tidak demikian luar biasa prestasi ini, namun nama Ndalip Singh cukup menggemparkan ketika itu, sebab dia pun "menang-menang" di jarak-jarak lain.
Tapi tahun 1956 terdengarlah nama Gurnam Singh, yang di Medan menurunkan rekor sekaligus sampai 36 : 09.0. Terdapat semacam persaingan dari kejauhan waktu itu antara kedua Singh ini.
Dalam kejuaraan PASI 1956 di Yogya Ndalip rebut kembali rekornya dengan 34 : 21.0.
Patut kita catat nama Ndalip Singh sebagai pelari luar biasa untuk tahun 1956. Sebab dalam kejuaraan nasional 1956 di Yogya itu Ndalip telah menjadi trijuara: untuk 1.500 m, 5.000 m dan 10.000 m.
Baca juga: Inilah Senjata yang Telah Mencetak Para Pahlawan Dunia dan Atlet Kelas Internasional di Asian Games
Setelah tahun 1956 lewat maka lewatlah juga riwayat Ndalip Singh sebagai pelari Indonesia. Tapi tradisinya dilanjutkan oleh Gurnam Singh, yang merajai arena atletik dari 1960 sampai 1962.
Berturut-turut, tanpa memberikan kesempatan kepada pelari lain, Gurnam memperbaiki rekor nasional, 1960: 33 : 55.0 dan 33 : 26.9, 1961: 33 : 23.6 dan 32: 50.8 (dalam kejuaraan terbuka Malaysia) dan 1962: 31: 58.1 (di Manila), 31 : 13.8, kemudian untuk terakhir kali dalam Asian Games 4 di Jakarta 30 : 47.2.
Marathon
Ndalip Singh memenangkan perlombaan lari marathon dalam PON ke-2 1951 di Jakarta, waktunya terbaik ketika itu: 3 : 37 : 08.2. Tahun 1953 dalam PON 3 Kastanya memperbaikinya dengan 3 : 20 :17.6 dan kemudian pada tahun 1960 Sunardi berhasil menurunkannya lagi: 2 : 53 : 27.0.
Setelah itu tiga kali berturut-turut Gurnam Singh menciptakan waktu terbaik di Indonesia untuk lari marathon. Pertama tahun 1961 di Medan dia mencatat 2 : 44 : 19.0, kemudian tahun 1962 di Jakarta 2 : 28 : 39.0 dan 2 : 27 : 58.6.
Menarik juga kalau kita ketahui, bahwa waktu terbaik sedunia pada tahun 1951 pernah 2 : 29 : 19.2, dan pada tahun 1962 waktu terbaik sedunia ini sudah 2 : 14 : 14.0. Namun sedikitnya mengingat keterbelakangan Indonesia daiam olahraga atletik tatkala itu maka selisih waktu 10 tahun dalam rekor marathon Gumam sudah dapat dianggap cukup menggembirakan.
Dari ketiga pelari Singh itu Gurnamlah yang memberikan kesan paling kontroversil. Melihat kekuatannya dalam lari jarak-jarak jauh itu maka membuat orang berkesimpulan, bahwa tidak terlampau sulitlah baginya untuk mencapai tarap internasional.
Tapi anehnya dia selalu gagal dalam kejuaraan-kejuaraan besar.
Tahun 1962 merupakan tahun puncak dan tahun kegagalan bagi Gurnam. Dalam dwilomba Indonesia-Australia menjelang Asian Games dalam lari 10.000 m Gurnam berhasil mengalahkan- pelari ternama Australia, Albert Thomas, yang pernah menciptakan rekor dunia untuk jarak 2 dan 3 mil.
Gurnam bahkan telah meninggalkanThomas sampai sejauh 300 m. Bahwa di malam berikutnya Thomas membuat pembalasan dengan mengalahkan Gurnam dalam lari 5.000 m hal ini sama sekali tidak mengecilkan arti kemenangannya malam sebelumnya.
Baca juga: Gerakan 'Ayo Olahraga', Bentuk Dukungan untuk Asian Games 2018
Dalam 5.000 m ini hampir seluruh jarak Gurnam dibiarkan mendahului dan menentukan tempo oleh Albert Thomas dan rekannya Trevor Vincent. Dalam 10.000 m Gurnam pun mendahuluinya, tapi dalam jarak sejauh ini pada akhirnya Thomas tidak mampu mengikuti tempo Gurnam.
Dalam Asian Games Gurnam tercatat hanya untuk dua nomor: 10.000 m dan marathon. Jelaslah, bahwa Gurnam telah meletakkan seluruh harapan untuk menang pada kedua nomor spesialitasnya ini.
Daya dan tenaga sebetulnya ada pada pelari kita bersorban itu; tetapi cara dan sifatnya dalam berlomba tidak menguntungkan baginya.
Meskipun sudah berpengalaman sepuluh tahun lebih dalam pertandingan besar di antara pelari-pelari bertarap internasional seakan-akan masa pengalaman selama itu tidak berpengaruh sama sekali.
Karena hal inilah dalam 10.000 m Gurnam hanya kebagian medali perunggu, semata-mata disebabkan kesalahan taktik berlomba.
Baca juga: Mengundurkan Diri sebagai Tuan Rumah Asian Games 2018, Ini 5 Fakta Menarik tentang Hanoi, Vietnam!
Sifat seakan-akan kehilangan pengalaman sama sekali itu ternyata benar dalam perlombaan lari marathon. Selama jarak 28 km dari 42 km lebih jarak perlombaan Gurnam memimpin kelompok kecil pelari, yang sudah kerontokan dua orang.
Sebetulnya Gurnam cukup mempertahankan tempo lari agar sedikit mendahului kelompok, antara lain terdiri dari Nagata dari Jepang dan Jousaf dari Pakistan. Tapi tanpa perdulikan tempo saingan, hawa udara, keadaan parcours dan kondisi diri sendiri Gurnam "ngiprit" terus, jauh meninggalkan lawan.
Hampir jarak 29 km dicapai Gurnam jatuh terkulai dan hilanglah harapan untuk menggondol sebuah medali lagi. Tamatlah riwayatnya juga dalam dunia atletik Indonesia, sebab kemudian dia tidak muncul lagi di arena atletik Indonesia.
Perannya sebagai pelakon utama telah terhenti, namun nama Gurman Singh tidak akan lenyap sepanjang sejarah atletik Indonesia, demikian juga nama-nama Ndalip Singh dan Caranyit Singh.
(Ditulis oleh Tan Liang Tie. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi April 1975)
Baca juga:Lepas dari Uni Soviet, 5 Negara Ini Mantap Tampil dalam Asian Games Sejak 1994
Editor | : | |
Sumber | : | - |
Komentar