Son Heung-Min merupakan salah satu dari sedikit pemain Asia yang membawa ekspektasi besar di tanah Eropa.
Dirinya juga menjadi tulang punggung Timnas Korea Selatan yang disebut-sebut sebagai tim terbaik di Asia saat ini.
Son adalah satu-satunya pemain Asia yang bermain di Liga Champions musim lalu dan memegang peran kunci.
Sepak terjang Son di Eropa bermula ketika ia tiba di Hamburg pada usia 16 tahun.
Waktu itu ia tidak bisa berbicara bahasa Jerman.
Ibu angkatnya, Jutta Wendorf menggambarkan Son sebagai sosok pemalu dan selalu rapi.
Pada usia 18 ia bermain untuk tim utama Hamburg, lalu pada usia 19 ia naik menjadi pemain penting dalam tim tersebut.
Prestasi tersebut tidak luput dari perhatian publik tanah airnya.
Son dibanjiri surat cinta dari penggemarnya di Korsel.
(Baca juga: Rahasia di Balik Langgengnya Rumah Tangga Kimmy Jayanti dan Greg Nwokolo, Menyentuh Sekali)
Setelah tiga musim berlalu, pada 2013 ia menerima pinangan dari klub pesaing Hamburg, yaitu Bayern Leverkusen dengan nilai transfer 10 juta Euro (Sekitar Rp167 Milliar).
Langkahnya maju ke Leverkusen adalah sebuah harapan besar, dengan dirinya bermain di BayArena akan memberikan perhatian klub dari Liga Premier.
Hanya butuh waktu singkat Son akhirnya hijrah ke Tottenham Hotspur dan menjadikannya pemain Asia termahal dalam sejarah dengan nilai transfer 30 juta Euro (Sekitar Rp502 Milliar).
Hal itu menunjukkan bahwa Son telah melampaui ekspektasinya di Leverkusen, sebab hanya dalam dua musim ia telah menarik salah satu tim dari Premier Legaue
Dengan penampilannya yang memukau di awal musim, klub Bundesliga itu enggan membiarkan Son pergi.
Son melakukan protes mulai dari mogok berlatih hingga tak menghadiri acara klub.
Dia juga sempat menghilang dua hari dan tidak menanggapi kontak dari klub saat menghubunginya.
Akhirnya Leverkusen terpaksa merelakan Son pergi ke Tottenham Hotspur pada Agustus 2015.
Saat itulah langkahnya untuk benar-benar menjadi pemain papan atas dimulai.
Ternyata tidak mudah bermain di Liga Inggris, kompetisi sepakbola "terpanas" di dunia.
Son sering dibangkucadangkan oleh pelatih. Keluarga dekatnya sampai menyarankan Son untuk pindah klub lagi.
(Baca juga: Diprotes Habis-habisan, Mohamed Salah Kembali Membuat Publik Meradang karena Hal yang Sama)
"Pada akhirnya dia menerima kenyataan harus tetap bertahan dan berjuang untuk tempatnya, " kata Mauricio Pochettino pelatih Tottenham Hotspur.
Hasil perjuangan Son mulai terlihat pada musim kedua di Inggris.
Tak hanya kerap dimainkan, dia juga menjadi pemain vital tim.
Ambisinya tak berhenti di situ saja ia mengatakan tentang mimpinya yang lebih besar dari pada menjadi pemain inti.
"Dalam mimpi, Anda dapat melakukan apa yang Anda inginkan."
"Di Korea, mereka mengatakan bahwa Anda harus bermimpi lebih besar dari yang terbesar."
"Semua pemain sepak bola ingin memenangkan penghargaan seperti Ballon d'Or, dan itu adalah salah satu impian sayam" ucap Son dilansir Onefootball.
Sama-sama diandalkan oleh timnas negaranya, banyak yang menyebut kisan Son mirip mega bintang Cristiano Ronaldo.
Namun, Son justru mengatakan dirinya adalah seorang anti-Ronaldo.
(Baca juga: Deretan Potret Mewah Rumah Cristiano Ronaldo di Madrid yang Dijual, Fasilitasnya Mengalahi Hotel Bintang 5!)
Hanya yang perlu dicatat, Son tidak suka Ronaldo bukan karena hal pribadi.
Son melihat, di timnas Portugal, Ronaldo terlalu menjadi pusat permainan sehingga kepentingan tim agak terabaikan.
Dia justru ingin sebaliknya. Dirinya ingin pusat permainan tetap ada di tim dan dia akan melebur di dalamnya.
Meski Son masih jauh untuk meraih Ballon d'Or itu, niat Son adalah motivasi tingginya telah mengharumkan sepak bola Asia.
Ia juga dikabarkan pada Agustus akan pergi ke Indonesia dan membela negaranya sebagai pemain Senior di ajang Asian Games 2018.
Editor | : | Muhammad Shofii |
Sumber | : | Onefootball.com, intisari.grid.id |
Komentar