Pebasket kursi roda, Gusti Putu Putra Adnyana, menjadi salah satu wakil Indonesia pada Asian Para Games 2018 di Jakarta, 6-13 Oktober.
Ngurah lahir dalam keadaan normal. Namun, cedera membuat dia tidak bisa berjalan seperti sedia kala.
Cabang olahraga basket kursi roda menjadi penyelamat bagi Ngurah (sapaan akrab Gusti Putu) untuk bangkit setelah cedera yang dia alami pada 2010.
"Saya awalnya pemain sepak bola dan berposisi sebagai kiper. Tetapi, pada 2010 saya cedera setelah punggung menabrak tiang," kata Ngurah kepada BolaSport.com dalam kunjungan ke redaksi Tabloid BOLA, Palmerah, Jakarta, Selasa (18/9/2018).
"Setelah menjalani operasi, selama dua tahun saya diam di rumah saja karena tidak tahan dengan omongan orang," ujar pria berusia 31 tahun ini.
Pada akhir 2012, Ngurah diajak temannya datang ke salah satu yayasan di Bali. Sang teman ingin Ngurah tidak terlalu lama berdiam diri di dalam rumah.
"Disana, saya lihat ada yang kondisinya lebih parah dari saya. Tetapi, mereka tetap tersenyum bahagia. Dari situ, saya mulai berani keluar rumah," aku Ngurah.
"Akhir 2012, saya kenal teman dari salah satu yayasan yang menanyakan apakah saya mau ikut basket. Tetapi, saya mau lihat dulu bagaimana sih caranya," ujar bungsu dari dua bersaudara ini.
Ngurah melihat cabor basket kursi roda seperti sepak bola yang suasananya ramai dan penuh tawa.
"Saya mulai fokus berlatih basket kursi roda sejak Januari 2016. Pemilik yayasan, mengajak saya mengikuti pertandingan Bali Cup karena menilai permainan saya sudah baik," ucap Ngurah.
"Disana saya bertemu Donald (Santoso, kapten tim basket kursi roda Indonesia). Saat tahu dia dari Amerika untuk mengikuti turnamen, saya jadi termotivasi. Donald saja rela jauh-jauh kesini ingin bermain di Indonesia," aku Ngurah.
Ngurah dan Donald selanjutnya tetap menjalin komunikasi setelah pertandingan. Donald meminta Ngurah tetap berlatih sambil mencari orang lain untuk memperkuat tim.
Pada Oktober, Ngurah membawa tiga orang teman untuk mengikuti latihan.
"Setelah latihan selama seminggu, saya mendapat kursi roda pada hari terakhir training camp. November saya mengikuti seleksi. Seleksi tersebut diikuti sekitar 30-40 orang," tutur Ngurah.
(Baca juga: Timnas Basket Kursi Roda Indonesia Punya Misi Jangka Panjang Setelah Asian Para Games 2018)
"Dua hari kemudian, saya mendapat pengumuman lolos seleksi," ujar Ngurah.
Ngurah awalnya mengaku perlu menyesuaikan diri dari bisa berdiri sendiri, memakai kursi roda, hingga memakai kursi roda sambil bermain bola basket.
"Keluarga semula tidak tahu saya bermain basket. Saat saya keluar malam sama teman-teman dikira bagaimana gitu. Mereka tidak percaya. Masak olahraga dari jam 6 pagi jam 23 baru pulang," tutur Ngurah.
"Saya tekankan kepada mereka, saya benar olahraga, tidak macam-macam. Ketika Juli 2016 ada event, saya minta ibu saya datang. Dari sana, ibu-ayah, dan keluarga besar ibu dan ayah mendukung saya. Dari situ, mereka men-suport saya."
Dari cabang basket kursi roda, Ngurah merasakan perubahan positif. Kepercayaan dirinya mulai muncul.
"Tadinya bertemu dengan banyak orang malu. Di Solo saya lebih pede lagi. Di Bali saya sebenarnya masih agak minder sedikit sama tetangga. Saat pulang lebaran, tetangga main ke rumah dan mengatakan, 'Hebat kamu sekarang'. Saya ucapkan terima kasih," aku Ngurah.
Setelah Asian Para Games, Ngurah dan sesama atlet basket kursi roda lainnya membentuk klub di daerah masing-masing dan membuat liga.
"Donald sudah buat tim Jakarta Swift Wheelchair Basketball untuk anak usia 10-15 tahun. Saya juga ingin mengikuti Asian Para Games 2022," ucap Ngurah.
Ngurah juga berharap Pemerintah memberikan dukungan kepada atlet difabel dan memikirkan masa depan mereka.
Editor | : | Delia Mustikasari |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar