Makanya, tak heran kalau frekuensi ribut-ribut di Tottenham selama ini nyaris nihil, kalaupun ada tidak sebesar di Manchester United, Chelsea, atau Arsenal.
Persamaan filosofi sudah. Kini tinggal kemiripan sisi sejarah yang jangan-jangan menjadi pertanda Pochettino bakal berjaya juga.
Spurs meraih Piala Winners sebagai trofi perdana mereka di Eropa pada 1963 atau lima tahun setelah Nicholson diangkat sebagai pelatih (1958).
Kalau dihitung, interval itu pula yang mengantarai waktu momen pengangkatan Pochettino (2014) sejak dilantik Spurs hingga final Liga Champions 2019.
Baca Juga : Tottenham Hotspur ke Final Liga Champions Setelah Seribu Purnama
Masih ada persamaan lain. Mesin tempur Tottenham musim ini dioperasikan dengan bujet bahan bakar nol di bursa transfer.
Saat para pelatih klub elite merengek minta pemain supermahal, Pochettino sabar saja mengoptimalkan materi yang ada.
Justru materi yang tak banyak mengalami perombakan membuat pemain yang ada semakin kompak dan punya waktu ekstra untuk saling memahami satu sama lain. Tak perlu anak baru yang adaptasi lagi.
Ditopang manajemen keren, teknologi analisis tim terpadu, serta sokongan fan, mesin-mesin low budget ini mendobrak ke final Liga Champions dan stabil di empat besar Liga Inggris.
Baca Juga : Jadwal Final Liga Champions - Tottenham Hotspur Vs Liverpool
Editor | : | Beri Bagja |
Sumber | : | The Guardian, bbc.co.uk, dailymail.co.uk, as.com, transfermarkt.com, Tottenhamhotspur.com |
Komentar