BOLASPORT.COM - Gonjang-ganjing terjadi di London Utara. Mauricio Pochettino dipecat dan digantikan oleh sosok yang tak diduga-duga: Jose Mourinho.
Kombinasi Tottenham dan Mourinho memang tidak terpikirkan, terlebih di awal musim 2019-2020. Wajar, Tottenham bersama Pochettino baru saja melangkah ke final Liga Champion 2019, kendati harus kalah dari Liverpool.
Transfer pemain di bursa musim panas 2019 Spurs tak jelek, bahkan bisa dibilang bagus, mengingat mereka tak membeli satupun pemain di bursa pemain sepanjang 2018-19.
Harusnya, melangkah ke final Liga Champion merupakan modal bagi Poch buat membawa Tottenham ke langkah selanjutnya yang lebih tinggi.
Nyatanya, hingga pekan ke-12, alih alih melangkah mantap di papan atas, Spurs malah harus berjuang menghindari degradasi.
Baca Juga: 5 Statistik Tottenham Hotspur yang Lebih Bagus Bersama Jose Mourinho
Ada yang berbeda dari Pochettino seusai kekalahan di final tersebut. Sepertinya kegagalan itu sangat membekas di sanubari pria asal Argentina tersebut sehingga membuat sikapnya berubah.
Kabarnya, ia sempat menyendiri selama beberapa hari. Poch sampai disebut enggan bertatap mata kepada sejumlah pemain.
Terlepas betul atau tidak keadaan itu, fakta di lapangan menunjukkan performa Spurs menurun jauh ketimbang musim lalu.
Pemecatan Poch, baik yang sepakat maupun tidak (mengingat jasanya buat klub selama lima tahun terakhir) atas keputusan CEO Daniel Levy, sudah final. Gantinya adalah Jose Mourinho.
Soal Reputasi
Pertanyaan menarik muncul dari perjodohan ini: apakah reputasi Tottenham yang meningkat sehingga Mourinho sepakat, atau reputasi Mourinho yang menurun sehingga ingin bekerja di Tottenham?
Dalam diskusi di podcast Extabola yang digawangi oleh mantan jurnalis-jurnalis Tabloid BOLA, muncul dua opini.
Yang pertama berpendapat reputasi Mou yang turun. Mou seperti menurunkan gengsi agar bisa kembali melatih, meski bukan buat klub langganan juara.
Spurs bukanlah Porto, jagoan Portugal, Chelsea, Inter, salah satu klub terbaik Italia, Real Madrid, atau Manchester United.
Baca Juga: Mourinho Sukses Bayar Dosa Pochettino dalam 12 Laga Tandang
Dengan segala hormat, Tottenham bukanlah klub besar kaya gelar.
Total trofi Spurs di sepanjang sejarah klub yang sudah berdiri sejak 1882 hanya 26. Trofi terbaru mereka adalah juara Piala Liga pada 2008! Mourinho? 25 gelar!
Sejak terakhir kali Spurs juara, Mourinho sudah 13 kali mengamankan gelar. Trofi itu bukan trofi sembarangan: Premier League, Piala Liga 2014-15 (Chelsea), Serie A 2009, 2010, Coppa Italia 2010, Supercoppa Italiana 2008, Liga Champion 2010 (Inter), La Liga 2011-12, Copa del Rey 2010-11, Supercopa de Espana 2012 (Real Madrid), Piala Liga 2017, Community Shield 2016, Liga Europa 2017 (Manchester United).
Mou dan Spurs bak odd couple, alias pasangan yang aneh. Sepertinya ada yang tidak cocok dari sisi reputasi.
Dalam podcast sama, opini kedua muncul: keberadaan Mourinho justru menunjukkan progres yang telah dilalui oleh Spurs.
The Lilywhite kini sudah menjadi klub empat besar.
Pochettino dianggap tak mampu memberikan kenaikan tingkat bagi Spurs, plus gagal menyuntikkan mental pemenang setelah melangkah ke final LC atau ketika mulai konsisten di papan atas.
Baca Juga: Jose Mourinho Sebut Tottenham Baru Main Brilian Selama 60-65 Menit
Spurs ingin langkah selanjutnya dengan menjadi juara. Mourinho diharapkan bisa menjadi solusi.
Chelsea pun bukan klub kaya gelar kala Mourinho datang di periode pertama pada 2004-2005.
Bedanya, ketika itu Chelsea benar-benar didukung secara finansial oleh Roman Abramovich.
Mourinho dimanjakan bergelimangnya uang transfer dan bujet gaji tahunan, sehingga bisa mendatangkan pemain yang memang ia butuhkan, berapapun harganya.
Kondisi itu bertolak belakang dengan keadaan Spurs. The Lilywhites terutama CEO Daniel Levy sangat pelit!
Struktur gaji Spurs merupakan salah satu yang paling ramping di Premier League. Mourinho dan Levy bisa jadi akan saling bersitegang di jendela pemain musim panas 2020.
Waktu dan Tekanan
Sejak dipecat oleh Manchester United, Mourinho beberapa kali mengutarakan kecemburuannya pada Pep Guardiola, terlebih ke Juergen Klopp.
Mou kesal karena tak mendapatkan dukungan dan kesabaran dari United, seperti yang didapatkan Pep bareng Manchester City, dan Klopp di Liverpool.
Mou lebih cemburu pada Klopp. Liverpool memberikan waktu dan dukungan finansial yang cukup pada Klopp meski dalam tiga tahun pertamanya tak memberikan satupun gelar.
Trofi baru hadir di musim keempat dalam bentuk Liga Champion di 2019.
Mou tak mendapat dukungan waktu dan juga dari sisi transfer, meski berhasil membawa Manchester United juara Liga Europa 2017 dan finis di peringkat dua EPL musim 2017-18.
Mou yang membutuhkan sejumlah pemain demi meningkatkan level tak mendapatkan keinginannya plus kehilangan kontrol di ruang ganti yang berujung pada pemecatannya di awal 2018-19.
Nah, di Spurs, Mou tampaknya bakal mendapatkan dukungan dalam bentuk waktu, tetapi bakal kesulitan dari sisi bujet transfer, mengingat reputasi Spurs tersebut.
Namun, ada satu hal ekstra yang bisa membuat Tottenham dan Mou berpotensi menjadi sangat berbahaya.
Mou tak mendapatkan tekanan berat menjadi juara bersama Spurs, yang justru membuatnya tak terburu-buru buat membangun tim solid.
Terlebih ia sudah diwarisi skuat yang kompak peninggalan Pochettino. Jangan terkejut bila di akhir 2019-20, Spurs malah langsung mendapatkan gelar. Siapa yang tahu?
Editor | : | Firzie A. Idris |
Komentar