BOLASPORT.COM - Musim 2019-2020 sepertinya sah disebut periode terburuk Lionel Messi bersama FC Barcelona. Untuk pertama kalinya dalam belasan tahun, dia mengakhiri musim tanpa satu pun gelar.
Lionel Messi tak kuasa menghindarkan Barcelona dari kehancuran di tangan Bayern Muenchen.
Dalam duel perempat final Liga Champions di Estadio Da Luz, Jumat (14/8/2020), Barca dilindas Bayern 2-8.
Sungguh cara yang tragis bagi Barcelona untuk mengakhiri perjalanan mereka di musim 2019-2020.
Messi dkk pastinya ingin segera melupakan kiprah mereka sepanjang kompetisi setahun terakhir.
Baca Juga: Manajemen Barcelona Tak Rombak Pelatih, Pemain dan Direktur Teknik, maka Lionel Messi Hengkang
Baca Juga: Barcelona Tersingkir dari Liga Champions, Gerard Pique Ogah Salahkan Setien
Barcelona gagal meraih satu pun gelar di semua ajang yang mereka ikuti.
Di Liga Spanyol, The Catalans disalip Real Madrid hingga menuntaskan kejuaraan sebagai runner-up.
Di Copa del Rey, Barca cuma sampai perempat final karena disingkirkan Athletic Bilbao secara menyakitkan akibat gol bunuh diri menit-menit terakhir.
Di Piala Super Spanyol, comeback brilian Atletico Madrid, juga di menit-menit terakhir, mengirim skuad Blaugrana pulang lebih awal pada semifinal.
Puncaknya, dalam ajang yang diharapkan menghasilkan gelar terakhir musim ini, Liga Champions, anak asuh Quique Setien dipermak Bayern dengan margin 6 gol.
Musim penuh gejolak dan bencana bagi Barca disertai momen pergantian pelatih dan sejumlah konflik di jajaran manajemen.
Efeknya bagi Messi, kiprah musim ini menjadi periode terburuknya semenjak memperkuat tim utama Barca.
Baca Juga: Sejak Messi Jadi Kapten Utama, Nasib Barcelona Tragis Terus di Liga Champions
Baca Juga: Dibantai Bayern Muenchen 8-2, Rio Ferdinand Klaim Lionel Messi Pertimbangkan Pergi dari Barcelona
Kali terakhir Messi melalui perjalanan semusim tanpa satu pun trofi adalah pada 2007-2008.
Kala itu, Messi baru berusia 20-21 tahun dan masih memakai nomor punggung 19 karena angka 10 dikenakan playmaker legendaris, Ronaldinho.
Kendati begitu, bisa dibilang musim 2007-2008 pun lebih baik untuk Barca dibandingkan musim ini.
Tim asuhan Frank Rijkaard memang finis di peringkat ketiga klasemen Liga Spanyol, segaris di bawah pencapaian musim ini.
Namun, mereka mencapai tahap lebih jauh di Copa del Rey (semifinal) dan Liga Champions (semifinal).
Musim tersebut akhirnya menjadi pemicu revolusi besar-besaran di Barca.
Itulah akhir penanda era Rijkaard, juga sederet jagoan klub seperti Ronaldinho dan Deco.
Baca Juga: Andrea Pirlo ke Juventus: Semuanya gara-gara Pep Guardiola (1)
Baca Juga: Andrea Pirlo ke Juventus: Bukan Gambling, melainkan Planning (2)
Secara berani, manajemen Barca mempromosikan Pep Guardiola sebagai pelatih tim utama, merekrut Gerard Pique, mencomot Sergio Busquets dari Barca B, dan memberikan nomor 10 kepada Messi.
Hasilnya adalah sejarah yang menjelaskan.
Guardiola memberi treble winners di musim pertamanya yang membuka era baru kejayaan Barcelona.
Apakah revolusi serupa bakal dilakukan Barcelona musim depan?
"Apakah ini akhir sebuah era? Saya tidak tahu. Pastinya, kami tahu bahwa tim ini sedang berada di titik terendah," ucap Pique, dikutip BolaSport.com dari situs UEFA.
Editor | : | Beri Bagja |
Sumber | : | Uefa.com |
Komentar