Dalam konteks di final Liga Champions, dua attacking midfielder itu ialah Kai Havertz dan Mason Mount, sedangkan peran target man dilakoni Timo Werner.
Dari skema awal 3-4-2-1, armada Tuchel secara cepat bisa mengubah pola di lapangan jadi 5-4-1 saat bertahan, plus satu jangkar di belakang, dan 3-4-3 atau bahkan 3-2-5 ketika menyerbu frontal.
Dalam praktiknya, Werner pun tidak melulu ngendon di dalam kotak penalti.
Tugas penting lainnya ialah memancing penjagaan bek-bek lawan sehingga membuka ruang buat pemain seperti Havertz, Mount, atau Hakim Ziyech dan Christian Pulisic untuk menusuk dan mengeksekusi peluang.
Lihat gol penentu Havertz ke gawang City. Secara kilat, Mount mengirim bola kepada Havertz, yang tiba-tiba menusuk ke pertahanan lawan.
Sementara Werner, yang mandul karena melewatkan 3 peluang bagus di laga itu, melakukan gerakan dummy ke sisi kiri.
Pergerakan melebar Werner sukses memancing Ruben Dias untuk mengikutinya. Cara itu berhasil membuka celah di pertahanan City.
Mount membidik ruang terbuka akibat ditinggalkan Dias, disambut sprint kilat Havertz yang tak terkejar lagi oleh Oleksandr Zinchenko.
Kita sudah tahu akhir skenario tersebut.
I can't stop watching this goal
— ????????????????????????⭐⭐ (@DoctourBrown) May 30, 2021
What a pass from Mason Mount
Who saw what Timo Werner did there? pic.twitter.com/9NWxuynb91
Editor | : | Beri Bagja |
Sumber | : | dw.com, Premierleague.com, Transfermarkt.com |
Komentar