"Paling terasa itu shuttlecock. Setiap main (bertanding) atau latihan, pemain harus bawa shuttlecock sendiri," ujar Qadafi menjelaskan.
"Sebelum latihan, mereka harus undian. Yang kalah harus keluarin shuttlecock duluan," kata pria berusia 39 tahun itu.
Lebih lanjut, Qadafi menceritakan perihal pemain yang datang berlatih tetapi tidak bawa kok.
Jika hal ini terjadi, peman yang bersangkutan harus pinjam terlebih dulu sebelum bisa memulai latihan.
Proses membeli shuttlecock juga tidak mudah di Peru.
Baca Juga: Menpora RI: Bonus Atlet Olimpiade Tokyo 2020 Akan Diumumkan Presiden
Pembelian shuttlecock harus melalui online atau menitip ke teman yang berpergian.
"Saya berbicara ke federasi soal shuttlecock, tetapi mereka bilang kondisinya memang seperti itu. Akhirnya, saya jalani dulu saja," kata Qadafi, mengenang.
"Terlebih, bulu tangkis ini bukan olahraga populer, hanya sekadar hobi."
"Pemain juga merangkap ke berbagai sektor. Jadi, bermain untuk tunggal, ganda, mixed (ganda campuran). Saya ngga pernah mengalami itu, di Indonesia sudah spesialis," ucap dia lagi.
Baca Juga: Dianggap Panutan, Peraih Emas Olimpiade Tokyo 2020 Ingin Jadi Seperti Ahsan/Hendra
Editor | : | Diya Farida Purnawangsuni |
Sumber | : | Kompas.com |
Komentar