BOLASPORT.COM - Selama ini publik sepakbola Indonesia melabeli duel Persib-Persija sebagai pertandingan bertajuk Derbi, benarkah demikian?
Sebenarnya ini adalah fenomena umum di persepakbolaan Indonesia, bahwa hanya ada dua label pertandingan saja di negeri ini, big match dan super big match.
Satu lagi yaitu tentang istilah "derbi" yang seringkali disematkan secara serampangan kepada duel dua tim di sepakbola Indonesia.
Di momen menjelang laga Persija Jakarta lawan Persib Bandung pada pembukaan bulan Maret. Pertanyaannya, pantaskah pertandingan ini disebut sebagai derbi?
Di setiap laga dua tim ini, umum jika media atau stasiun televisi menyebutnya sebagai Derbi Indonesia atau El Classico Indonesia.
Istilah derbi sendiri berasal dari Inggris, sehingga ada baiknya jika kita mengutip definisinya dari situs resmi Premier League.
Baca Juga: Pelatih Persebaya Buka Suara Terkait Kondisi Ernando Ari dan Ricky Kambuaya
Dalam situs resmi Premier League, derbi didefinisikan sebagai pertandingan dua tim yang punya intensitas persaingan di satu area atau wilayah yang sama (Local Derby).
Lantas, jika derbi dimaksud demikian, apakah duel Persib-Persija adalah pertandingan derbi? Jelas tidak.
Kedua tim tersebut jelas dari dua wilayah yang berbeda, Persija dari Provinsi DKI Jakarta, sedangkan Persib bermarkas di Kota Bandung, Jawa Barat.
Baca Juga: Diliriknya Talenta Muda Indonesia di Kancah Internasional Tak Lepas dari Andil BRI Liga 1
Istilah "Derbi Lokal" lebih tepat jika disandingkan untuk duel antara PSS Sleman-PSIM Yogyakarta (Derbi Yogyakarta), PSIM Yogyakarta-Persis Solo (Derbi Mataram), Persebaya Surabaya-Arema FC (Derbi Jawa Timur), atau Persikota-Persita (Derbi Tangerang).
Baiklah jika kemudian istilah "derbi" kemudian meluas jadi persaingan dua tim tersukses atau dua tim dengan rivalitas paling sengit, bisakah laga kedua tim disebut derbi?
Jika kita berkaca pada catatan trofi, bisa saja disebut demikian, karena kedua tim punya catatan trofi paling banyak di kompetisi resmi PSSI. Namun klaim ini perlu diperiksa lebih lanjut.
Dua tim punya koleksi trofi terbanyak di kompetisi resmi yang diakui PSSI. Persija punya 11 gelar, sedangkan Persib punya tujuh.
Sampai tulisan ini dibuat, kedua tim ini sudah 144 kali bertemu dalam rekaman sejarah sejak 1933.
Kemungkinan bisa lebih banyak dari itu, karena banyaknya turnamen tidak resmi di masa lampau yang tidak terekam di media massa, terutama di periode 1942-1949.
Baca Juga: Strategi Agar Timnas Indonesia Bisa Bicara Banyak di Kualifikasi Piala Asia 2023
Dari 144 kali ini, dua tim tersebut baru bertemu di dua kali di laga penentuan dalam kompetisi resmi yang diakui PSSI, yaitu final Kompetisi Perserikatan tahun 1933 dan 1934.
16 gelar Persija dan Persib sisanya, laga penentuan juara antara kedua tim tidak pernah terjadi, kecuali saat Persija juara Liga 1 musim 2018, karena menggunakan format kompetisi penuh.
Persija rutin berhadapan dengan Persebaya Surabaya, PSM Makassar, dan PSMS Medan di babak final.
Baca Juga: Unggul Head to Head Atas Madura United, Pelatih Persebaya Pantang Remehkan Lawan
Bahkan Persija pernah dinobatkan jadi juara bersama PSMS Medan di Perserikatan edisi 1975.
Persija dan Persebaya sendiri dilabel sebagai laga klasik bagi suporter kedua tim, karena sudah empat kali bertemu di final Perserikatan plus satu pertandingan penutup di Liga Indonesia musim 2004 yang sangat bersejarah bagi Persebaya.
Sementara itu, Persib rutin bertemu dengan Persebaya Surabaya, PSM Makassar, dan PSMS Medan.
Baca Juga: Diliriknya Talenta Muda Indonesia di Kancah Internasional Tak Lepas dari Andil BRI Liga 1
Untuk duel lawan PSMS Medan sendiri, suporter Persib maupun PSMS generasi 70-80 an menyebutnya sebagai El Classico sesungguhnya, bukan lawan Persija, karena kedua tim sering bertemu di pertandingan akbar, seperti final Piala Perserikatan.
Persib sendiri tiga kali kalah dalam tiga final kompetisi Perserikatan lawan PSMS Medan, salah satunya saat memecahkan rekor penonton terbanyak pada Final Perserikatan 1985.
Jadi, kalaupun laga ini boleh disebut sebagai derbi, sulit sekali menarik benang merah rivalitas kedua tim ini di lapangan, meski kedua tim sudah ratusan kali bertemu.
LANTAS DIMANA UNSUR DERBINYA?
Laga kedua tim bisa dikatakan panas layaknya derbi dan selalu jadi headline media, karena kedua tim ini punya basis fans besar mewakili dua provinsi besar di Indonesia.
Tentu rivalitas sengit antar suporter kedua tim mendominasi liputan media (sebelum pandemi Covid-19 merebak tentu saja), alih-alih pertandingan itu sendiri.
Padahal, dilansir dari Bolasport, grup suporter Persija baru lahir pada 1994, sementara Persib sendiri sudah ada sejak pertama kali klub tersebut berdiri.
< FOTO JADOEL > Lebak Bulus 2000 [ The Jak - Bobotoh ] Duduk Bersama Akankah ini bisa terulang lagi?@Jakantor2010 pic.twitter.com/sXfJr0KMF6
— FAJRI IRFANI (@FAJRIIRFANI1) June 8, 2013
Bahkan, pertemuan suporter kedua tim sebenarnya berlangsung damai, tenang, dan tak ada kasus kerusuhan yang terekam media massa sampai tahun 2001 (Kompas).
Kompas mengambil periode tersebut berdasarkan pengakuan mantan Ketua Umum The Jakmania, Ferry Indrasjarief di acara Mata Najwa tahun 2018.
Ada banyak bukti foto yang menunjukkan bahwa kedua suporter ini pernah duduk di satu tribun yang sama saat Persib-Persija bertanding, baik di Stadion Lebak Bulus, maupun di Stadion Siliwangi.
Momen Viking-Jakmania nonton bersama #MemoriLigina cc @12CSL @simamaung @JakartaCasual @Vikingjakarta @JaKantor2010 pic.twitter.com/ocgJyyQjKk
— Instagram : memoriligina (@MemoriLigina) July 30, 2016
Namun sejak tahun 2001, pertandingan ini identik dengan kekerasan antar suporter, saat permusuhan bermula hanya karena gesekan yang sempat melibatkan sebagian suporter.
Kematian suporter atau kerusuhan yang dilakukan salah satu atau kedua kelompok suporter mendominasi liputan dari media massa di Indonesia.
Celakanya, permusuhan itu kemudian berkembang dalam waktu yang lama, bahkan menurun ke para suporter remaja yang mungkin belum lahir saat masa-masa awal permusuhan itu terjadi.
Baca Juga: Hasil Liga 1 - Sama Kuat, Arema FC Belum Berhasil Jebol Gawang Persik pada Babak Pertama
"Dulu kita sama-sama masih muda, sama-sama emosi yang solidaritasnya terlalu tinggi, berlebihan, dan ternyata efeknya seperti bola salju seperti ini," kata Ketua Umum The Jakmania saat itu, Ferry Indra Sjarief dikutip dari Kompas pada 2019.
Tentu harapan untuk kembali duduk satu tribun masih ada di antara kedua suporter. Sinyal positif ini jadi kabar gembira untuk para pencinta sepakbola Indonesia.
"Saya berharap suatu saat bisa beredar foto ketika The Jakmania juga dijamu di Bandung, di tribunenya Persib, saya berharap seperti itu," kata Ferry Indra Sjarief dikutip dari Kompas pada 2019.
Jelas, kekerasan adalah barang haram di manapun ia berada dan wajib dihukum berat siapapun pelakunya.
Sampai hari ini, belum jelas akar permasalahan dari konflik kedua kubu ini, agar konflik antar kelompok suporter lainnya tidak terulang di masa mendatang.
Editor | : | Metta Rahma Melati |
Sumber | : | kompas, Twitter, Premier League |
Komentar