Sementara itu, dikutip dari The Guardian, suasana kamp kedua tim pun berbanding 180 derajat.
Striker Iran, Khodadad Azizi mengungkapkan bahwa mereka ingin menang untuk para penduduk Iran yang jadi martir perang lawan Irak.
“Banyak keluarga martir mengharapkan kita untuk menang,” ujar Azizi, dikutip BolaSport,com dari The Guardian.
Sebagai informasi, sesaat setelah Revolusi 1979 sukses, Iran langsung diinvasi Irak yang dipimpin Saddam Husein yang saat itu pro-Amerika Serikat pada 1980-1988.
Di kamp Amerika Serikat, suasananya jauh berbeda di mana saat itu pelatih Steve Sampson diperintahkan oleh FIFA dan Asosiasi Sepak Bola AS untuk tidak mempolitisasi pertandingan bersejarah itu.
Polisi Prancis pun juga sudah bersiap untuk mengantisipasi semua kemungkinan, termasuk pitch invasion dari suporter masing-masing tim.
Baca Juga: Hadiri Kongres FIFA di Qatar, PSSI Jajaki Kerja Sama dengan Federasi Prancis dan Australia
FIFA Media Officer waktu itu, Mehrdad Masoudi memerintahkan pemegang hak siar untuk tidak merekam spanduk atau kaos bernada politis.
Pada hari pertandingan, timnas Iran membawa bunga mawar yang diserahkan pada tim lawan sebagai simbol perdamaian dan berfoto bersama-sama.
Namun kedua pelatih merasa berbeda pada momen itu, pelatih Iran, Jalal Talebi bakal mengingat itu seumur hidupnya.
Editor | : | Bonifasius Anggit Putra Pratama |
Sumber | : | Theguardian.com, fourfourtwo.com |
Komentar