Uniknya, data di Understat menunjukkan angka harapan gol dan realisasinya justru tipis marginnya.
Bersama Chelsea, nilai xG miliknya 7,02 berbanding 8 gol yang lahir, sedangkan di Inter Milan 23,43 berbanding 24 gol.
Artinya, kalau hanya mengukur tingkat pemanfaatan peluang dengan jumlah gol yang lahir, sebenarnya tiada masalah berarti soal kualitas efisiensi Lukaku.
Dia bisa jadi tak seburuk yang digembar-gemborkan media, dan kalaupun jeblok, pasti ada hal yang membuat kinerjanya menukik jauh.
Masalahnya ada di kuantitas peluang dan interaksi dengan permainan yang tidak sebanyak waktu di Inter Milan.
Hal ini erat dengan pemadanan strategi, dan jangan abaikan pula perbedaan gaya defensif di kedua liga.
Di Inter, dia terbiasa bermain dalam pola dua striker dengan pakem 3-5-2 bersama Lautaro Martinez, atau kalaupun Lautaro absen, ada Alexis Sanchez.
Di Chelsea tidak begitu karena Thomas Tuchel "memaksanya" beradaptasi sebagai penyerang tunggal dalam pola 3-4-3 atau 4-3-3, ditemani dua wide-forward.
Otomatis dari yang biasanya banyak terlibat tek-tok sesama striker, Lukaku sering terisolasi di depan.
Editor | : | Beri Bagja |
Sumber | : | Opta, theathletic.co.uk, SofaScore.com, understat.com |
Komentar