Dalam lima pertandingan, mereka menampilkan permainan layaknya seorang jenius layaknya Lintang di lapangan hijau.
Anda bisa membayangkan bagaimana sosok Nabil Asyura yang mampu melakukan tembakan salto di usianya yang baru 15 tahun.
Atau anda bisa membandingkannya dengan Riski Afrisal dengan kemampuan tendangan bebasnya mampu menyelamatkan timnas U-16 Indonesia dari kekalahan di partai semifinal melawan Myanmar.
Contoh paling aktual tentu sang penentu kemenangan timnas U-16 Indonesia, Muhammad Kafiatur Rizky.
Kafiatur Rizky punya bakat spesial yang mungkin jarang ada padanannya di Indonesia, berposisi sebagai gelandang, namun mampu memainkan semua peran yang diminta Bima Sakti di lini tengah, termasuk mencetak gol sensasional lewat sepakan melengkung di partai puncak.
Namun seperti di dalam tetralogi Laskar Pelangi, Lintang memang bernasib tak mujur, karena keluarganya tak mampu lagi membiayai pendidikannya.
Waktu itu negara memang belum mampu memberikan jaminan sosial untuk orang-orang seperti Lintang, sehingga mimpi tersebut pupus seketika.
Layaknya Lintang, banyak calon bakat terbaik Indonesia yang tak pernah mekar pada waktunys.
Boro-boro berduel dengan Lionel Messi atau Cristiano Ronaldo, bakat terbaik Indonesia saat ini maksimal baru bisa tampil di Liga-liga kelas dua Eropa atau yang paling apes tak pernah lagi menginjakkan kakinya di dunia professional usai dipuja-puji warganet tanah air.
Editor | : | Mochamad Hary Prasetya |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar