"Kasih yang terbaik saja untuk mengejar yang sudah ada ranking. Kalian kalah ya wajar karena lawan lebih tinggi rankingnya. Tetapi, sebenarnya posisi kalian lebih enak karena mengejar. "
"Saya pernah merasakan di atas, tidak enak dikejar. Duh saya sudah mau kekejar, saya harus latihan. Bahaya nih dia sudah ranking ketiga. Kalau baru mengejar kan enak. Nah kalian tampil all out saja, toh kalian kalah juga bukan wajar, ya, tetapi rankingnya."
"Dan bukan lawannya kalah, tetapi kalau kalian menang luar biasa. Jadi, itu mindset-nya dibalikkan. Mungkin kemarin kalah straight, lain kali kalah rubber latihannya udah keras, tunjukkan emaksimal mungkin, suatu saat pasti bisa lewat kok, berprogress, jangan stuck begitu-begitu saja," kata Liliyana.
Liliyana yang akrab disapa Butet itu mengakui bahwa tidak adanya sosok senior yang jadi panutan di pelatnas turut memengaruhi performa ganda campuran Indonesia.
"Mungkin ada juga, ya. Kita tidak bisa pungkiri karena kehilangan sosok senior yang jadi panutan mungkin ada juga pengaruhnya," ujar peraih medali emas ganda campuran Olimpiade Rio 2016 bersama Tontowi Ahmad itu.
"Coach Nova juga pernah bicara, ya, itu pasti ada. Namun, itu tidak bisa menjadi satu rintangan juga. Teman-teman ganda campuran juga mau tidak mau, sekarang harus berusaha maksimal. Latihan saya rasa udah sama-sama keras."
"Coach Nova udah tahu dulu persiapan waktu kami ke Olimpiade seperti apa setelah Kak Richard. Dia sudah tahu juga program-program latihan, tinggal bagaimana atletnya ya keluar dari ketidak percayaan diri mungkin," kata Liliyana.
"Atau kok saya beginibegini saja tidak bisa tembus. Harus keluar dari pikiran-pikiran yang mengganggu dari secara non-teknis. Kalau dari teknis saya rasa mereka sudah bisa smes, bisa net, semua bisa."
Menurut Liliyana, hal yang membedakan adalah saat menangani poin kritis dan mengambil keputusan seperti apa.
Editor | : | Delia Mustikasari |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar