BOLANAS.COM - PSSI mendapat kritik tajam usai mengapungkan ide pembatasan pemain naturalisasi, masih ada opsi penerapan pemain homegrown.
Misi PSSI untuk membatasi pemain naturalisasi belum bisa dikatakan mandek walau mendapat serangan dari berbagai pihak.
PSSI yang dipimpin Erick Thohir memang mengapungkan ide pembatasan pemain naturalisasi pada sarasehan sepak bola Indonesia pada 4 Maret lalu.
Namun, ide tersebut segera mendapat hujatan, dengan PSSI dinilai berpotensi melakukan diskriminasi apabila menerapkan rencana itu.
Baca Juga: Tekad David Maulana untuk Tetap Lanjut di TC Timnas U-22 Indonesia Tahap Kedua
Pemain naturalisasi seperti Marc Klok dan Stefano Lilipaly terang-terangan mengkritik di media sosial, dan dipercaya mewakili "kaumnya".
Pihak APPI bahkan merujuk deklarasi universal HAM PBB untuk menyebut PSSI berpotensi melanggar hak azasi manusia.
Di pihak PSSI, pembatasan pemain naturalisasi dinilai perlu lantaran pemain dari jenis itu dianggap menghalangi jalur pemain muda.
Terlebih, cuma segelintir pemain naturalisasi yang berada di usia emas, bahkan cuma satu pemain yang saat ini menjadi langganan timnas Indonesia (Marc Klok).
Baca Juga: Thomas Doll Beri Kabar Terkini Dua Pemain Asing Persija Jakarta
Adapun para pemain naturalisasi lain dianggap memiliki kualitas tak jauh beda dengan pemain lokal (Ezra Walian) atau berada di usia terlalu uzur (Beto Goncalves).
Untuk menghindari kritik serupa, PSSI tampak harus "kreatif" dalam menciptakan regulasi, apabila serius hendak mengurangi pemain naturalisasi yang menghambat berkembangnya pemain muda.
Untuk itu, PSSI bisa mencoba menerapkan regulasi itu dalam kamuflase regulasi pemain homegrown seperti di Premier League.
Di Premier League, tiap klub dibatasi hanya boleh mendaftarkan 25 pemain utama, dengan paling sedikit harus mempunyai delapan pemain homegrown.
Pemain homegrown didefinisikan sebagai pemain yang dididik di akademi klub yang bersangkutan atau klub anggota FA lain selama tiga tahun dalam rentang usia 16 hingga 21 tahun.
Dengan aturan tersebut, memang pemain "asing" seperti Paul Pogba atau Cesc Fabregas dapat dikategorikan pemain homegrown.
Sebaliknya, pemain timnas Inggris seperti Eric Dier tak memenuhi syarat homegrown sebab ia menghabiskan masa akademi di Portugal.
Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, regulasi pemain homegrown bisa digunakan PSSI sebagai instrumen hukum untuk mengurangi pemain naturalisasi.
Baca Juga: Usai Petik 4 Kemenangan Beruntun, Persik Diterpa Kabar Minor Jelang Hadapi Persija
Dengan asumsi PSSI menerapkan standar yang sama dengan FA untuk mendefinisikan homegrown (bermain tiga tahun di Indonesia sebelum berusia 21 tahun), maka pemain naturalisasi bakal dianggap sebagai non-homegrown.
Sebagai contoh, Marc Klok memang dapat membela timnas Indonesia karena berstatus WNI, tetapi ia bukan pemain homegrown karena dididik di Belanda.
Pemain naturalisasi lain seperti Victor Igbonefo, Otavio Dutra, Jordi Amat, dan banyak lagi, tak bakal "lolos" dengan aturan homegrown ini.
Demikian pula, Egy Maulana Vikri juga akan dianggap sebagai pemain non homegrown, karena cuma berkarier di Indonesia selama dua tahun di usia 16 sampai 21 (hijrah ke Eropa pada usia 18 dan kembali di usia 22).
Namun regulasi ini memerlukan tertib administrasi yang barangkali tak pernah dilakukan PSSI, mengingat minimnya pendataan pemain muda di Indonesia.
Contoh lagi, semua orang tahu Maman Abdurahman bakal menjadi pemain homegrown, tetapi apakah ia punya bukti legalitas yang menunjukkan ia bermain di klub Indonesia pada usia 16 hingga 21 tahun?
Apabila PSSI hendak membatasi jumlah pemain naturalisasi menjadi dua per klub (dengan empat pemain asing), maka regulasi homegrown yang bisa disarankan adalah sebagai berikut.
25 pemain tim utama dengan kategori:
19 pemain homegrown
6 pemain non-home grown. Apabila PSSI hendak menambah pemain asing, maka jumlah kuota homegrown-non homegrown bisa diubah.
Baca Juga: 1 Faktor Tak Terduga Bikin Valentino Rossi Bawa VR46 Membelot dari Ducati
Editor | : | Bagas Reza Murti |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar