BOLASPORT.COM - Keberhasilan pembalap Gresini, Fabio Di Giannantonio, naik podium kampiun MotoGP Qatar 2023 di Sirkuit Lusail, 19 November tak sebanding dengan masa depannya di kelas premier.
Setelah Gresini menyingkirkannya pada 2024 karena kursinya akan ditempati Marc Marquez, Di Giannantonio tidak punya tim yang mengontraknya.
Padahal kemenangan MotoGP Qatar ini paling banyak dibicarakan.
Pasalnya, pembalap yang akrab disapa Diggia itu semula berada di posisi kedua, di belakang Francesco Bagnaia (Ducati) ketika diisukan sedang mendapat kode maping 8 untuk membantu Bagnaia juara.
Meski begitu, Di Giannantonio mengabaikan pesan tersebut. Kemenangan ini juga datang ketika masa depan pembalap Italia itu belum terjamin pada MotoGP.
Meski sempat ada pembicaraan untuk menggantikan Marquez di Repsol Honda, nampaknya menemui jalan buntu.
Jika kehadiran Luca Marini di tim berbasis Jepang terkonfirmasi, akan ada kursi kosong di Mooney VR46 untuk pembalap yang dalam beberapa pekan terakhir telah menunjukkan potensi maksimalnya.
Sementara itu, Di Giannantonio dalam wawancaranya dengan La Gazzetta dello Sport mengakui bahwa hasil ini merupakan jawaban atas seluruh pihak yang meragukannya.
Bagi pembalap 25 tahun itu hasil tersebut hanya tinggal menunggu waktu saja, seperti yang terjadi pada Juara Dunia saat ini.
Baca Juga: Murid Valentino Rossi Akhiri Episode Sunmori, Ada Emosi untuk Yamaha pada MotoGP Valencia 2023
"Meski gagal menang, dia telah membayarnya kembali dengan hasil yang luar biasa. Begitu pula dengan Quartararo, meski belum tampil hebat di Moto2."
"Jika orang-orang di sekitar Anda percaya kepada Anda, mereka bisa melakukan apa saja, kata Di Giannantonio dilansir dari MotoSan.
Setelah dua musim yang sulit pada MotoGP, Di Giannantonio mengambil kesempatan untuk menang meski dia menyadari Bagnaia juga butuh kemenangan untuk menguatkan posisinya di puncak klasemen.
"Saya ingin menjadi egois."
Setelah melewati garis finis, Di Giannantonio mendapat ucapan selamat dari rekan satu tim dan rivalnya di lintasan, termasuk Bagnaia, Enea Bastianini, atau rekan setimnya, Alex Marquez.
"Itu adalah pemandangan yang tidak saya duga. Artinya saya serahkan sesuatu kepada masyarakat, kepada rival saya, kepada pasangan hidup saya, karena pada akhirnya kami semua tumbuh bersama," tutur Di Giannantonio.
"Saya tidak menghubungkannya dengan kemenangan, tetapi itu tetap ada di hati saya. Zarco, misalnya, menulis pesan yang indah kepada saya, dia tidak berhutang atau mengharapkannya kepada saya," aku Di Giannantonio.
Namun, kemenangan itu tidak mengubah nasibnya di Gresini Racing. Tempatnya di tim Italia akan diberikan kepada Marquez.
"Saya tidak suka membicarakannya, bagi saya hal itu tidak ditangani dengan baik oleh tim. Ada desakan untuk mengontrak Alex," ujar Di Giannantonio.
"Kisah Marc memang janggal, ia juara dunia delapan kali, namun dalam jangka pendek ia tidak membuahkan hasil karena kelelahan Honda."
"Ini lebih merupakan operasi pemasaran. Meski saya yakin dia akan melakukannya dengan sangat baik," ucapnya.
Pilihan untuk beralih ke Repsol Honda sangat nyata pada saat itu; meskipun akhirnya hancur.
"Itu sungguh tidak nyata. Maklum saja, Honda berada dalam masa sulit, dan keputusan untuk mendatangkan pembalap muda mungkin membuat mereka takut," tutur Di Giannantonio.
"Saya akan senang, saya yakin ini akan membantu dan akan menjadi tantangan besar."
Namun, dia berterima kasih kepada Alberto Puig atas ketertarikannya.
"Bagi saya itu tampak transparan dan tulus."
Kembali lagi ke balapan Qatar, hal serupa terjadi pada tahun 2006 antara Valentino Rossi dan Toni Elias.
"Toni juga tanpa kontrak. Dia menandatangani kontrak keesokan harinya," kata Di Giannantonio mengenang.
Meski begitu, ia mengaku usai balapan ia sudah meminta maaf kepada Bagnaia.
"Tetapi itu adalah kesempatan saya dan saya harus berusaha sekuat tenaga," tuturnya.
Editor | : | Delia Mustikasari |
Sumber | : | Motosan.es |
Komentar