"Jika Anda memiliki hubungan yang baik dengan jurnalis, penggemar dan semua orang di luar tim Anda, segalanya akan menjadi lebih mudah."
"Terkadang kita terlihat dingin, tapi kita semua adalah manusia dan punya hati. Jadi sesekali lebih baik tertawa daripada menganggapnya terlalu serius," imbuhnya.
Acosta juga belajar dari kru MotoGP lain yang pernah menasehatinya tentang cara menanggapi media yang terkadang sengaja menggiring opini.
"Seorang mekanik Suzuki pernah bilang kepada saya: Anda jangan membiarkan media mengendalikan Anda, Anda yang harus mengendalikannya. Jadi saya selalu berusaha menjawab pertanyaan pers se-transparan mungkin, selalu mengatakan apa yang ada dalam pikiran saya."
Belum lagi, pasti bakal ada lebih banyak psywar yang ia hadapi di musim depan melawan para senior.
Terkait karakteristik di arena balap, Acosta memilih untuk tidak terlalu jadi pendiam dan bersikap apa adanya.
Hal-hal ini ia pelajari dari sosok ikonik MotoGP, Valentino Rossi.
Selain itu juga membuat MotoGP menjangkau lebih banyak penggemar, karena karakteristik pembalap yang kuat akan jauh lebih dikenang.
"Saya tahu apa artinya menjadi seorang penggemar, karena belum lama ini saya sendiri pun adalah seorang penggemar," kata Acosta yang debut di ajang Moto3 di usia 16 tahun.
"Kami harus bisa tertawa dan menangis, ini adalah reaksi manusiawi yang ingin dilihat orang."
Editor | : | Agung Kurniawan |
Sumber | : | Speedweek.com |
Komentar