BOLASPORT.COM - Ganda putra Malaysia, Aaron Chia/Soh Wooi Yik, mengkritik Federasi Bulu tangkis Dunia (BWF) perihal hasil undian aneh di All England Open 2024.
Aaron Chia/Soh Wooi Yik menilai undian yang mereka dapat pada turnamen bulu tangkis BWF World Tour Super 1000 itu sangat merugikan.
Pasalnya mereka sudah harus menghadapi rekan senegara yaitu Goh Sze Fei/Nur Izzuddin pada babak pertama All England Open 2024.
Derbi Malaysia antara Chia/Soh dan Goh/Izzuddin juga bisa terjadi lebih cepat di French Open 2024, sepekan sebelum All England, karena jalur keduanya bersilangan di babak kedua.
Hasil undian ini cukup disayangkan Chia/Soh karena salah satu dari wakil Malaysia dipastikan gugur pada babak-babak awal.
"Saya tidak tahu harus berkata apa karena ini aneh bahwa kami harus menghadapi rekan senegara kami begitu awal," kata Chia kepada Timesport.
"Tidak hanya itu, tapi sepertinya pasangan Malaysia selalu dikelompokkan di paruh undian yang sama, terutama ketika kami bermain di turnamen Eropa."
"Mungkin ini adalah sesuatu yang harus diperhatikan oleh Federasi Bulutangkis Dunia," ujarnya.
Aaron Chia juga mengritik kenapa ada tiga pasangan Malaysia yang berada di paruh yang sama pada All England Open 2024.
Dengan berada di paruh undian yang sama, para pemain akan berebut satu tempat di babak final.
Jika terus melaju, Chia/Soh berpeluang untuk menghadapi andalan Negeri Jiran lainnya yaitu Ong Yew Sin/Teo Ee Yi di semifinal.
Dalam kasus ganda putra Malaysia, undian semacam ini juga pernah terjadi pada All England Open tahun 2021 dan 2022.
Sementara itu, melansir dari New Straits Times, BWF menepis tuduhan adanya manipulasi dalam sistem undian turnamen mereka.
BWF menyatakan bahwa bagan pertandingan disusus secara acak melalui sistem perangkat lunak di komputer.
"Proses pengundian untuk turnamen HSBC BWF World Tour dilakukan melalui sistem perangkat lunak," demikian bunyi pernyataan BWF.
"(Prosesnya) sungguh acak dalam parameter-paramater dari peraturan tingkat turnamen masing-masing, dan setiap pengundian disetujui oleh wasit turnamen."
"Prosesnya sama untuk semua pengundian kecuali pengundian secara manual yang dilakukan untuk kompetisi dengan format grup."
Dalam peraturan BWF World Tour dinyatakan tidak ada pemisahan pemain dari negara yang sama untuk semua levelnya.
Chia/Soh bukanlah pemain Malaysia pertama yang menyuarakan kritik serupa.
Pada Januari 2020, peraih medali perak Olimpiade Rio 2016, Goh V Shem, juga mengungkapkan kekesalannya karena menghadapi Chia/Soh pada babak pertama.
Mantan rival Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sukamuljo itu juga mengklaim bahwa sepanjang tahun 2019 dia menghadapi Ong/Teo sebanyak 4 kali dengan 3 di antaranya di dua babak awal.
Kemudian saat Malaysia Open 2024 pada Januari lalu, ganda putra China, Liu Yu Chen, meragukan bahwa pengundian dilakukan secara adil melalui unggahan di media sosial.
Kasus undian BWF yang dianggap tidak adil juga pernah dirasakan oleh tunggal putra legendaris China, Chen Long.
Kampiun Olimpiade 2016 marah karena harus melawan jagoan senegara, Lin Dan, pada babak pertama China Open 2019 sehingga meminta pengundian dilakukan secara terbuka.
Tunggal putra Denmark, Anders Antonsen, juga pernah melakukan hal serupa.
"Saya tidak dapat memahami bahwa kita dalam olahraga bulu tangkis tidak memiliki sistem untuk membuat pengundian yang bekerja dengan baik," tulis Antonsen.
"Terlihat berkali-kali bahwa para pemain menghadapi lawan yang sama berulang kali di babak pertama, babak kedua, dan perempat final."
"Hanya untuk memberikan satu contoh: Sekarang kita memiliki situasi di mana (ganda putra Denmark) Mathias Boe/Mads Conard-Petersen menghadapi Han Chengkai/Zhou Haodong (China) di babak pertama untuk keempat kalinya dalam lima turnamen terakhir."
"Saya bukan ahli matematika, tetapi saya tahu pasti bahwa kemungkinan hal itu terjadi hampir tidak ada," ujar Antonsen.
Indonesia? Salah satu momen drawing bau yang terjadi berturut-turut pernah menimpa tunggal putra, Anthony Sinisuka Ginting, pada 2022.
Ginting selalu menghadapi pemain nomor satu Viktor Axelsen (Denmark) di perempat final dalam empat turnamen dengan rentang waktu lima bulan.
Ginting menghadapi Axelsen pada babak delapan besar di All England Open (Maret), Indonesia Open (Juni), Malaysia Open (Juni), dan Kejuaraan Dunia (Agustus).
Padahal, perempat final adalah fase paling awal di mana pemain-pemain dari peringkat delapan teratas seperti Axelsen dan Ginting bisa bertemu.
Tepat sebelum Indonesia Open, Ginting juga bertemu Axelsen di semifinal Indonesia Masters. Sayangnya, semua pertandingan itu selalu berakhir dengan kekalahannya.
Editor | : | Ardhianto Wahyu Indraputra |
Sumber | : | NST.com.my |
Komentar