Dengan begitu, untuk klub-klub ini hanya bertanding sebanyak delapan kali.
Padahal dalam standar yang ada, untuk pemain-pemain muda ini minimal memiliki jumlah bermain selama 30 kali.
“Itu pertama kali saya ke Asprov Sumut. Ternyata daerah ini hanya mengandalkan kompetisi program dari federasi yaitu liga 3 dan Soeratin. Enggak ada yang lainnya. Yang ada cuma Jawa Barat dan Jatim,” ucap Arya.
Baca Juga: Soal Perpanjangan Kontrak Hingga 2027, Shin Tae-yong Usung Target Apa?
“Artinya lebih dari 30 provinsi lain, enggak ada kompetisi lain juga. Makanya jangan heran klub Liga 1 banyak di Jatim dan Jabar karena jalan semua. Sementara di daerah lain enggak ada kompetisi.”
“Sumut hanya ada 13 klub liga 3. Mereka hanya main 8 kali sudah dapat tiket nasional. Ternyata di daerah enggak ada yang main bola. Jawabannya cuma satu, bikinlah kompetisi.”
“Padahal minimal anak-anak bermain 30 kali pertandingan tiap tahun.”
Menurutnya dengan tidak adanya kompetisi ini berdampak pada insfrastruktur yang ada.
Arya mengatakan bahwa kompetisi yang tak ajalan itu membuat lapangan di daerah lebih banyak digunakan sebagai pasar malam.
Untuk itu, situasi ini membuat PSSI sakit perut karena permasalahannya bukan hanya dikompetisi saja.
Editor | : | Metta Rahma Melati |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar