Semuanya ini terjadi karena BWF membatas jumlah pasangan unggulan yang bersaing.
Dengan 16 kontestan, hanya 4 pasangan yang mendapat hak istimewa untuk dipisah di awal. Ini sesuai dengan Regulasi Kompetisi Umum BWF memang.
Hanya saja, komposisi peserta Olimpiade lebih beragam secara kemampuan karena pembatasan wakil untuk setiap negara plus syarat keterwakilan bagi setiap benua.
Drawing yang lebih adil sebenarnya bisa tercipta jika BWF mengadopsi peraturan khusus untuk ajang beregu mayor mereka yaitu Thomas dan Uber Cup serta Sudirman Cup.
Juga memuat 16 kontestan yang terbagi dalam 4 grup dan pembatasan kontestan berdasarkan benua, drawing Thomas-Uber/Sudirman Cup lebih adil dengan pembagian pot.
Empat tim teratas dipisah di grup yang berbeda. Demikian juga tim dengan peringkat 5 hingga 8. Alhasil, ada tiga tingkatan berbeda dari tim-tim yang bersaing di setiap grup.
Cara ini lebih adil. Lebih-lebih jika memperhitungkan perjuangan atlet untuk tampil di Olimpiade dan bahkan mengincar ranking tinggi.
Perjuangan para pemain tak hanya berlangsung dalam periode 12 bulan yang masuk hitungan ranking Race to Paris.
Mereka juga sudah memanaskan mesin 12 bulan sebelum ranking mulai disusun demi mendapat status unggulan dalam turnamen-turnamen yang masuk periode kualifikasi.
Sayangnya, keringat dan darah yang mengucur justru terkhianati dengan ketidakbecusan induk olahraganya sendiri dalam melakukan seleksi.
Editor | : | Ardhianto Wahyu Indraputra |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar