BOLASPORT.COM - Pupusnya harapan ganda putra Indonesia pada Olimpiade Paris 2024 makin memperpanjang catatan buruk nomor ini sejak kesuksesan terakhir 16 tahun silam.
Taji ganda putra sebagai nomor terkuat Indonesia makin memudar setelah kekalahan menyakitkan yang terjadi di Olimpiade Paris 2024.
Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto selaku satu-satunya wakil, tersingkir di perempat final dari unggulan pertama asal China, Liang Wei Keng/Wang Chang.
Duo FajRi kalah dengan skor cukup menyesakkan, 22-24, 20-22, dalam pertandingan di Porte de La Chapelle, Paris, Prancis, Kamis (1/8/2024).
Kekalahan mereka sekaligus menggugurkan harapan skuad Merah Putih meraih medali lagi di ganda putra pada ajang empat tahunan ini.
Selain itu, kekalahan itu juga membuat semakin bertambah panjangnya puasa medali ganda putra sampai empat siklus Olimpiade.
Terakhir kali Indonesia mampu meraih medali ganda putra adalah pada Olimpiade Beijing 2008.
Saat itu Markis Kido/Hendra Setiawan meraih emas setelah mengalahkan wakil tuan rumah yaitu Cai Yun/Fu Hai Feng.
Itu adalah terakhir kali era kejayaan ganda putra Indonesia bersinar di ajang Olimpiade.
Setelah itu, dalam empat siklus Olimpiade dari London 2012, Rio 2016, Tokyo 2020 dan sekarang Paris 2024, tak ada lagi ganda putra Indonesia yang mampu berbicara banyak.
Fenomena miris ini bahkan sampai disorot media China, Aiyuke, dalam artikel berjudul "Setelah Hendra, Indonesia Tak Punya Takdir Juara di Turnamen Mayor Lagi?"
Mereka menyoroti bagaimana Indonesia selalu memiliki pasangan-pasangan ganda putra yang hebat dan selalu mampu setidaknya meraih medali di kompetisi Olimpiade sebelumnya.
"Di masa lalu, ganda putra Indonesia sangatlah dominan," tulis Aiyuke.
"Toni Gunawan/Sigit Budiarto, Ricky Soebagdja/Rexy Mainaky, Markis Kido/Hendra Setiawan, mendengar nama mereka saja sudah bisa membuat lawan gemetar."
"Namun, sejak Hendra meraih emas (2008), ganda putra Indonesia justru seolah mengalami 'phobia juara di ajang besar'."
"Mereka seperti dalam pengaruh sihir dan 'tidak terlihat' di turnamen besar."
Turnamen besar yang dimaksud adalah Kejuaraan Dunia dan Olimpiade.
Belum ada medali emas yang diraih ganda putra di kedua ajang individu mayor itu sejak Hendra dan Mohammad Ahsan pada Kejuaraan Dunia 2019.
Di Olimpiade ceritanya lebih miris lagi. Tidak ada satu pun medali yang diraih meski Indonesia tak pernah kehabisan pasangan nomor satu dunia.
Hendra dan Mohammad Ahsan menguasai jelang Rio 2016, lalu Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo menuju Tokyo 2020, dan Fajar/Rian sebelum Paris 2024.
Sayang seribu sayang, mereka semua gagal bersinar saat berjibaku di destinasi utamanya yaitu Olimpiade.
Pemandangan ini kontras dengan China, yang diam-diam terlihat lemah tapi justru ajeg selalu mengirim wakil ke final.
Sejak Beijing 2008 sampai Tokyo 2020, China selalu konsisten mengirim wakil ganda putra mereka ke final walau tak semuanya jadi juara.
Lakonnya adalah Cai Yun/Fu Hai Feng (perak di Beijing 2008, emas London 2012), Fu Hai Feng/Zhang Nan (emas Rio 2016) dan Li Jun Hui/Liu Yu Chen (perak Tokyo 2020).
Pasukan Negeri Tirai Bambu masih berkesempatan meneruskan tren impresif ini karena masih punya Liang Wei Keng/Wang Chang yang lolos semifinal.
Di saat kondisi ganda putra Indonesia kritis di Olimpiade, Aiyuke juga menyoroti regenerasi yang mampet.
Sejumlah pelapis di bawah Fajar/Rian dan Ahsan/Hendra, belum ada yang terbilang menjanjikan.
"Kita lihat saja para bintang baru Indonesia."
"Leo Rolly Carnando/Daniel Martin dan Muhammad Shohibul Fikri/Bagas Maulana, meski dibilang jenius saat debut, tetapi dalam dua tahun terakhir mereka tertahan di peringkat 15 besar dunia."
"Mereka masih sedikit tertinggal dari level di atas persaingan ganda putra sekarang, bahkan tidak dapat merebut tiket Olimpiade."
"Setelah Olimpiade Paris, mereka akan dirombak dan memisahkan pasangan lama untuk persiapan Olimpiade berikutnya."
"Dan entah, apakah Ahsan/Hendra sudah pensiun atau belum saat itu."
Editor | : | Ardhianto Wahyu |
Sumber | : | Aiyuke |
Komentar