BOLASPORT.COM - Pembalap Indonesia berpeluang untuk lebih mudah mentas di MotoGP setelah CEO Dorna Sports, Carmelo Ezpeleta, melempar wacana pembatasan kontestan senegara.
Euforia yang timbul dari pesta olahraga di Olimpiade Paris 2024 tampaknya membuat seorang Carmelo Ezpeleta tergerak.
Pria yang telah menjadi kepala promotor MotoGP (sebelumnya World Championship Grand Prix) sejak 1991 itu menginginkan keberagaman dengan negara asal pembalap.
Saat ini, MotoGP dikuasai oleh pembalap-pembalap dari Italia dan Spanyol dengan masing-masing punya 6 dan 10 wakil.
Ezpeleta ingin ada lebih banyak negara yang terlibat di MotoGP.
Ini menjadi harapannya untuk masa depan MotoGP selain kesejahteraan para pembalap dengan regulasi upah minimum.
"Hal yang perlu kami perhatikan, dan saya tahu ini kontroversial, bagaimana kami memiliki lebih banyak kewarganegaraan ke dalam olahraga ini," ucapnya, dilansir dari Speedweek.
"Saya tidak punya tongkat ajaib, tetapi saya berharap kami akan menemukan sebuah formula."
"Pembalap terbaik harus menjadi bagian dari kejuaraan, tidak bisa didebat. Namun, sekarang lebih mudah untuk berkembang jika pembalapnya dari Italia atau Spanyol."
Dua negara itu memang menjadi pusat dari aktivitas balap motor.
Jenjang kompetisi yang terbentuk sejak usia dini di sana membuat pembalap lokal punya fasilitas lebih untuk mengejar karier di balap motor grand prix.
Bahkan Prancis, satu-satunya negara lain yang punya lebih dari satu wakil, mesti berterima kasih karena 'sekolah balap' Spanyol dan Italia membentuk Fabio Quartararo dan Johann Zarco.
Pembalap-pembalap muda Indonesia yang sedang meniti karier di ajang grand prix yaitu Mario Suryo Aji, Fadillah Arbi Aditama, dan Veda Ega Pratama juga berlatih di Negeri Matador.
Sebenarnya sudah ada upaya untuk mempromosikan atlet-atlet dari berbagai negara untuk ke MotoGP dalam satu dekade terakhir dengan kompetisi regional seperti Asia Talent Cup.
Mario Aji dan kolega pun telah membuktikan bahwa pembalap Indonesia bisa bersaing dengan hasil podium dan kemenangan di kejuaraaan dunia junior—yang berbasis di Spanyol.
Mario juga pernah menembus posisi tiga besar dalam babak kualifikasi, bahkan hampir meraih pole position di kelas Moto3 pada GP Portugal 2022.
Adapun Veda yang sedang tampil di Rookies Cup juga tampil menggigit meski baru tahun ini tampil di sirkuit-sirkuit Eropa.
Kini, Carmelo Ezpeleta sedang mencari formula untuk menemukan keseimbangan antara aspek keterwakilan dan level kompetisi yang tidak bisa diabaikan.
Kalau boleh, Ezpeleta menginginkan aturan pembatasan jumlah wakil senegara seperti Olimpiade.
"Ini harus menjadi sedikit seperti Olimpiade, meski gambarannya tidak benar-benar koheren," kata Ezpeleta menyambung.
"Tiga orang Amerika bertanding di Olimpiade. Orang Amerika terbaik keempat, dia punya rekor yang jauh lebih baik daripada sebagian besar kontestan tetapi tidak ikut ambil bagian."
Sebagai contoh lain, Indonesia sebenarnya berpeluang untuk memborong medali emas dan perak sekaligus andai tidak ada pembatasan di cabang angkat besi Olimpiade Paris 2024.
Sebab, di bawah Rizki Juniansyah yang sukses meraih emas nomor 73kg putra, ada Rahmat Erwin Abdullah yang gagal tampil karena setiap negara cuma bisa punya satu wakil.
Padahal Rahmat merupakan pemegang rekor dunia clean and jerk dan menghuni peringkat kedua dalam peringkat keseluruhan di kualifikasi Paris 2024.
Pertanyaannya, adil atau tidak adil? Harapannya tentu agar pembalap Indonesia bisa menembus kelas para raja karena prestasi yang sudah teruji.
Editor | : | Ardhianto Wahyu |
Sumber | : | MotoGP.com, Speedweek.com |
Komentar