Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Status Quo dan Kerugian Penerapan Aturan Financial Fair Play bagi Klub-klub Eropa

By Thoriq Az Zuhri Yunus - Sabtu, 2 September 2017 | 19:19 WIB
Neymar diperkenalkan sebagai pemain baru Paris Saint-Germain (PSG), Jumat (4/8/2017). (LIONEL BONAVENTURE/AFP)

Ya bayangkan saja, untuk menjadi sebuah klub besar butuh uang banyak, sedangkan untuk dapat banyak uang mereka, harus menjadi klub besar. Lingkaran setan.

Jika sudah begini apa yang akan terjadi?

Elementer, Watson.

Klub besar akan menjadi semakin besar, sedang mereka yang kecil akan menjadi semakin kecil.

Jika ada klub kecil yang dibeli oleh konglomerat dengan dana melimpah, mereka sekarang tak bisa seenak jidat sendiri membeli pemain-pemain hebat dengan biaya besar.

Tak akan ada lagi kasus seperti Chelsea era awal kedatangan Roman Abramovic atau Manchester City saat dibeli taipan asal Timur Tengah.

Mereka kini harus bermain sesuai aturan FFP.

Memang, tak menutup kemungkinan akan ada klub kecil yang bisa mengejutkan dan jadi juara layaknya Leicester City dua tahun lalu.

Namun setelah itu mereka akan kembali ke habitat karena tak punya dana untuk membeli banyak pemain dan memermanenkan status mereka sebagai klub besar.

Status tim-tim besar akan tetap terjaga, status quo klub besar dan kecil tak akan berubah.

Sepertinya sampai aturan FFP berubah atau dihilangkan, kita akan tetap menyaksikan kekuatan tradisional yang itu-itu saja untuk bersaing di papan atas liga-liga Eropa.

Jika sudah begini, meski dengan semua sisi positifnya, siapa yang paling dirugikan dengan adanya aturan FFP?

Klub kecil yang akan terus menjadi semenjana, penikmat sepak bola yang terus melihat kemenangan tim itu-itu saja, atau liga yang jadi membosankan karenanya?

Mungkin hanya waktu yang bisa menjawabnya.

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P