Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Bulu Tangkis Indonesia - Harmoni di Istora, Ironi di Dunia Maya

By Aditya Fahmi Nurwahid - Minggu, 2 September 2018 | 18:06 WIB
Marcus Fernaldi Gideon (kiri) dan Kevin Sanjaya Sukamuljo (kanan) saat melakoni partai final bulu tangkis nomor ganda putra Asian Games 2018, Selasa (28/8/2018). (FERNANDO RANDY/TABLOID BOLA)

(Baca Juga: Kebanggaan Tiada Batas di Opening Ceremony Asian Games 2018)

Hanya, teriakan "Jojo Bisa...", "Indonesia..." dan "Habisin...Habisin..." seakan tak berhenti sepanjang tiga gim laga berjalan.

Tak hanya itu, satu momen yang menggetarkan hati saya adalah saat detik-detik kekalahan Anthony Sinisuka Ginting dari wakil Taiwan, Chou Tien Chen.

Saya sendiri merasakan lolosnya dua wakil Indonesia di nomor ganda putra ke final jelas ingin disempurnakan dengan All Indonesian Final juga di nomor tunggal putra.

Setiap Anthony kehilangan poin, tak sedikit dari kami yang kecewa dan beruciap "Yah..." atau "Aduh, Ginting..." sembari harap-harap cemas.

Hasil tetap memperlihatkan bahwa langkah Anthony terhenti di capaian medali perunggu.

Namun, satu hal yang tidak saya ekspektasikan terjadi riuh di dalam stadion.

Saat Anthony bertumpu pada lututnya dan menunduk lemas, ribuan suporter Indonesia saat itu memberikan standing ovation dengan meriah.

Teriakan "Terima kasih Anthony...", "Semangat Anthony....", bersahutan. Bahkan siulan-siulan tanda apresiasi penampilan sang atlet pun terdengar.

(Baca Juga: Prancis Memindahkan Gunung, Kroasia Menemukan Serpihan yang Hilang)