Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
BOLASPORT.com - Ketika Jose Mourinho diperkenalkan sebagai pelatih baru Tottenham Hotspur menggantikan Mauricio Pochettino, publik terhenyak.
Penunjukannya merupakan versi plot twist dari saga tahun sebelumya di Manchester United, yaitu bahwa justru Pochettino yang digadang-gadang menjadi suksesor Mourinho.
Enam bulan setelah mengantar Spurs ke final Liga Champions, Pochettino justru kehilangan pekerjaannya, dan Daniel Levy justru berjudi dengan menunjuk Mourinho.
Benar, Mourinho mengoleksi tiga medali Premier League, terbanyak di antara seluruh pelatih Liga Inggris saat ini, tetapi kariernya di tiga klub terakhir menunjukkan tren merosot: Real Madrid, Chelsea, dan Manchester United.
Ia keluar dari klub yang disebut pertama sebagai pesakitan. Tenggelam oleh kebesaran Barcelona, bikin gara-gara dengan kapten klub Iker Casillas sehingga merusak suasana kamar ganti, serta dituduh memecah belah publik Spanyol.
Baca Juga: Jose Mourinho Dapat Kartu Kuning Usai Sebut Pelatih Kiper Lawan Idiot
Di Chelsea, meski ia menyebut diri sebagai “The Happy One” ketika pertama datang lantas mengantarkan mereka ke tangga juara di musim kedua, nyatanya ia pergi dengan meninggalkan masalah.
Direktur Michael Emenalo mengumumkan pemecatan Mourinho hanya tujuh bulan setelah meraih gelar Liga Inggris atas alasan “perselisihan kentara” dengan para pemain, setelah ia sempat mengkonfrontasi dokter tim Eva Carneiro.
Dengan perangai seperti itu, Manchester United masih mau mengikat Mourinho. Ia masih mampu mengangkat trofi, tentu saja, berupa Piala Liga dan Liga Europa.
Namun lagi-lagi, wujud setan dalam dirinya kembali muncul. Perseteruan dengan Paul Pogba di sesi latihan sempat bocor ke publik, hubungannya dengan staf klub tak pernah hangat, dan fans pun tak berada di belakangnya.
Dipecat dengan cap antagonis dan selalu menimbulkan dampak merusak bagi tim-tim yang dilatihnya.
Baca Juga: Selain Contek Pelatih Lawan, Ini 3 Tingkah Konyol Mourinho
Mungkinkah Levy, yang mengoperasikan manajemen tim sejak 2000, mengabaikan variabel baru dalam menentukan juru taktik baru Tottenham?
Mengamankan tanda tangan Mourinho hanya 10 jam 59 menit setelah Pochettino pergi adalah sebuah kesuksesan bagi Spurs.
Apalagi jika melihat rival mereka, Arsenal memerlukan tiga minggu sebelum menemukan pengganti Unai Emery atau juga Everton yang perlu mengarungi empat pertandingan bersama pelatih interim Duncan Ferguson sebelum Carlo Ancelotti melatih klub secara permanen.
Semasa menganggur, Mourinho berulang-ulang mengatakan hanya ingin melatih di “klub yang mengincar juara” dan dengan percaya diri berujar ia belong to top level of football.
Sulit membayangkan ia akan mengambil pekerjaan di Spurs saat, katakanlah sewaktu ditinggal Juande Ramos.
Kepada Pochettino-lah Spurs bisa berterima kasih, sebagai sosok yang menaikkan level Spurs hingga mampu mendaratkan Mourinho.
Baca Juga: Jose Mourinho Keluhkan Tottenham Terus Melakukan Kesalahan Defensif yang Sama
Ucapan yang menarik disimak dari Mourinho adalah pengakuannya tentang kesalahan-kesalahan di masa lalu. Jangka waktu 11 bulan masa menganggur—sejak dipecat United- cukup untuk merenungi karier, menurutnya.
“Saya memiliki waktu untuk memikirkan banyak hal. Jangan tanya kesalahan apa yang pernah kuperbuat, saya sadar telah melakukan kesalahan di sepanjang karier,” akunya.
Saat ini boleh dikatakan Mourinho sedang berada dalam mood positif.
Ia berkata sudah mempelajari kesalahannya terdahulu dan kini mencoba menawarkan gagasan baru.
Komitmennya bisa dilihat tidak hanya dengan kehadiran Joao Sacramento (asistennya yang baru berusia 30 tahun, termuda dari kolega dengan jabatan sama di Premier League), melainkan juga dengan caranya menyikapi situasi di Hotspur Way.
Ia mewarisi skuad yang sedikit sekali mengalami upgrade akibat seretnya dana transfer. Di masa lalu, Mourinho sempat bermetafora soal telur dan omelet, yang bisa diartikan ia menuntut dibelikan pemain berkualitas.
Sejauh ini, Mourinho selalu menjawab “tidak” bila ditaya kemungkinan menggelontorkan uang di bursa transfer Januari.
Yang terbaru, sebelum laga kontra Southampton, Mou lagi-lagi menutup peluang membeli pemain baru, merujuk pada jumlah kebobolan Spurs yang tak kunjung membaik.
Ia justru berujar, “(Pada) Januari kami punya lebih banyak waktu untuk bekerja dan dengan bekerja kami akan mencoba untuk berbenah.”
‘Waktu’ yang dimaksud Mourinho adalah kesempatan bekerja dengan para pemain di sesi latihan.
Sejak tiba pada akhir jeda internasional November lalu, ia praktis berhadapan dengan jadwal padat Spurs di Liga Champions dan Liga Inggris.
Terhitung laga melawan Southampton di tahun baru 2020, ia hanya sempat menjalani satu minggu sesi latihan penuh sebanyak satu kali, yakni seminggu menjelang boxing day.
Baca Juga: Sadar Diri, Jose Mourinho Tak Berharap Tottenham Hotspur Gila-gilaan di Bursa Transfer
Mourinho juga bukan diingat sebagai pelatih yang senang mengembangkan pemain muda.
Namun kita bisa menangkap sinyal positif saat beberapa hari sebelum laga terakhir fase grup Liga Champions kontra Bayern Munich, ia menyebut akan memainkan sejumlah pemain muda.
Di dalam skuat, terdapat nama hijau seperti Kyle Walker-Peters, Juan Foyth, Ryan Sessegnon, Troy Parrot, hingga Oliver Skipp.
Di laga tak menentukan tersebut, hanya Parrot (17 tahun) yang tak mendapat menit tampil.
Sentuhan personal, yang sebelum ini menjadi momok bagi para pemain Mourinho di klub-klub sebelumna, terdengar lebih mulus di Tottenham.
Ia mengembalikan performa Dele Alli dengan sebuah perbincangan, "Saya bertanya padanya apakah dia adalah Dele yang asli atau saudara Dele. Dia bilang dia adalah Dele yang asli. ‘Ok,’ jawab saya. ‘Bermainlah seperti Dele yang asli’.”
Pembicaraan empat mata juga dilakukan dengan Christian Eriksen, yang kontraknya akan habis di akhir musim. Ia berujar “tak akan mengkhianati kepercayaan” Eriksen dengan tidak berucap apa pun ke media soal masa depan sang playmaker.
Lucas Moura, yang di era Pochettino dianggap sebagai pemain pengganti utama, kini merangsek ke starting XI.
Mourinho bercerita, ia sudah bertemu dengan keluarga Moura saat pemain asal Brasil tersebut bermain untuk Sao Paulo dan Mou masih melatih Madrid, tetapi sang winger keburu dicaplok Paris Saint-Germain.
Letnan kepercayaan Mourinho di lini tengah lainnya dalah Eric Dier. Hubungannya dengan gelandang bertahan Inggris tersebut terbilang unik lantaran komunikasi di antara keduanya dilakukan dengan bahasa Portugis, mengingat Dier lama menimba ilmu di Sporting Lisbon.
Pada laga kontra Olympiacos, saat Dier diganti pada menit 29 karena Spurs tertinggal, Mourinho meminta maaf pada Dier seraya memujinya sebagai “pemain cerdas yang punya pemahaman bagus tentang kepentingan tim”.
Baca Juga: Tottenham Tidak Bisa Finis di Empat Besar Tanpa Christian Eriksen
Namun perlu diingat, relasi hangat dengan para pemain di atas adalah satu hal, sedangkan berhubungan dengan Daniel Levy adalah hal lain.
Mourinho dan Levy punya kemiripan, yaitu sama-sama pragmatis. Levy di meja negosiasi, Mourinho di dalam lapangan.
Dua sifat ini bisa bertubrukan jika, Levy tak bersifat akomodatif—dalam konteks aktivitas transfer- pada Mourinho, yang mana telah dilakukan Levy pada semua pelatih Spurs terdahulu.
Saat ini mungkin Mourinho masih menjaga diri, tetapi suatu saat, akan terjadi sesuatu yang mengkhawatirkan jika ia terus mendengar jawaban “tidak” dari Levy.
Selama mood Mourinho masih menggembirakan, Tottenham tak akan mendapati—meminjam bahasa Mahfud Ikhwan- mereka sedang mengadakan perjanjian dengan iblis.
Mukhammad Najmul Ula
Najmul.ula@gmail.com | @najmul_ula