Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Spesial Hari Kartini, Kisah Sosok Perintis Sepak Bola Wanita Indonesia

By Alif Mardiansyah - Selasa, 21 April 2020 | 07:55 WIB
Foto Wiwi H Kusdarti, sang pionir sepak bola wanita di Indonesia (Kompas.com/Dendi Ramdhani)

BOLASPORT.COM - Di tengah peringatan Hari Kartini, Selasa (21/4/2020), Bolasport.com mengajak pembaca mengenang kisah tokoh perjuangan sepak bola wanita dan peran petinggi Persib pada 51 tahun silam.

Tanggal 21 April adalah hari di mana sebuah makna kesetaraan perempuan di Indonesia diperingati.

Kesetaraan itu lahir dari perjuangan Raden Ajeng Kartini.

Berbicara mengenai kesetaraan gender di sepak bola, tentu terbersit di pikiran bagaimana mulanya sepak bola, khususnya di Indonesia, dimainkan oleh para wanita.

Baca Juga: Pemain Persija Marc Klok Ulang Tahun, AFC Berikan Pesan Spesial

Dilansir dari Kompas.com, jawaban mengenai hal itu terjadi sekitar 51 tahun lalu oleh sosok yang bernama Wiwi Hadhi Kusdarti.

Mace, sapaan Wiwi Hadhi Kusdarti, menjadi pionir untuk mekarnya sepak bola wanita di Indonesia.

Pada awal tahun 1969, Mace mendirikan Kesebelasan Sepak Bola Wanita (KSW) Putri Priangan.

Namun, mendirikan sepak bola wanita bukanlah hal yang mudah, ada jerih payah yang dilalui oleh Wiwi Hadhi Kusdarti.

Awal mula terbentuk

Figur yang kini berusia 80 tahun tersebut menceritakan awal mula ide cemerlangnya untuk membuat tim sepak bola wanita di Indonesia.

Wiwi Hadhi Kusdarti memang memiliki naluri sepak bola dari ayahnya, Kadarisman, yang juga pesepak bola pada era penjajahan Belanda sebelum Perang Dunia II.

Dirinya merasa heran jika di Indonesia belum ada sepak bola wanita, sedangkan di luar negeri sudah maju berkembang.

"Di luar negeri pada masa itu, sepak bola wanita sudah maju. Di Indonesia kok tidak ada," kata Mace seperti dilansir oleh BolaSport.com dari Kompas.com.

Baca Juga: Bermain Sekitar 11 Menit, Beckham Putra Nugraha Punya Rekor di Persib

Atas kegalauannya itu, Mace memberanikan untuk mengirim tulisan surat pembaca di salah satu surat kabar terkenal di Bandung pada awal bulan Januari 1969.

Ternyata tulisannya itu sampai ke telinga pelaku sepak bola di Bandung, Haji Mahdar, yang juga pendiri sepak bola Putra Priangan.

Akhirnya singkat cerita, Mahdar mampu menghubungi petinggi Persib Bandung untuk merealisasikan keinginan Wiwi Hadhi Kusdarti itu.

Para petinggi Persib menyambutnya dengan positif sehingga terbentuklah tim sepak bola Putri Priangan pada 5 Februari 1969.

Baca Juga: Marco Motta Bocorkan Perbedaan Sepak Bola Spanyol, Italia, dan Indonesia

Mace bersama rekannya, Nyonya Laila dan Ibu Smith, wanita Bandung berdarah Belanda,berhasil mengajak para srikandi Bandung untuk bergabung dengan Putri Priangan.

Debut perdana Putri Priangan yaitu kala berhasil mengalahkan Sekolah Tinggi Olahraga (SMOA) dengan skor 2-1, di Stadion Siliwangi, 18 Maret 1969.

Menuai kecaman hingga terkenal di negara tetangga

Munculnya sepak bola wanita di Indonesia sempat mendapatkan kecaman di beberapa surat kabar.

Salah satu media nasional bahkan menuliskan judul 'Sepak Bola Wanita Runtuhkan Akhlak'.

Wiwi tak terlalu memusingkan anggapan buruk itu dan tetap pada pendiriannya memajukan sepak bola wanita.

"Saya lempeng saja, ini bagian risiko yang harus saya lewati," ujar Mace.

Baca Juga: Tak Hanya di Indonesia, Kehadiran Red Bull Depok Bikin Geger Media Luar

Meski diterpa banyak tudingan buruk, ia mengatakan sepak bola wanita malah makin berkembang ke berbagai daerah Indonesia seperti Tegal, Solo, Malang, dan Ambon.

Perkembangan sepak bola wanita Indonesia itu ternyata menjadi perhatian beberapa negara tetangga, Singapura dan Malaysia, yang ingin beruji tanding dengan Putri Priangan.

Mace bercerita pada 13 Maret 1969, Putri Priangan kalah 0-5 dari tim Penang Malaysia.

Skuad Putri Priangan pun sempat diundang bertanding pada acara Pesta Sukan (hari jadi Singapura), 9 Agustus 1969.

Redupnya sepak bola wanita

Ketika tahun 1973-1974, Mace dihadapkan pada situasi rumit karena sudah harus gantung sepatu.

Hal itu disebabkan karena usianya yang semakin bertambah dan juga harus mengurus keluarganya.

Pensiunnya Wiwi pun membawa dampak cukup siginifikan untuk sepak bola wanita di Bumi Pertiwi kala itu.

"Sempat pensiun, tidak ada penerus, pelan-pelan bubar. Namun, katanya 1980 sempat ada lagi, tetapi mulai pudar," ujar Mace.

Baca Juga: Siap Menggebrak Liga Indonesia, Red Bull Depok FC Akan Datangkan Pemain Naturalisasi Ini

Perjuangan Wiwi demi sepak bola wanita di Indonesia memang tidak bertahan cukup lama, namun keberanian serta kegigihannya untuk mendirikan gagasan itu patut diberikan apresiasi cukup tinggi.

Diberitakan oleh Kompas.com pada 13 Januari 2017, Mace menghabiskan waktunya untuk mengurus kafe dan kebunnya saja.

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P