Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Pada 14 Agustus lalu, saya meliput dan menonton langsung Liga 1 yang mempertemukan Persikabo 1973 dengan Persija Jakarta di Stadion Pakansari, Bogor. Lebih dari 7000 suporter hadir di stadion.
Meski hujan menguyur deras, para suporter tetap datang berbondong untuk menyaksikan tim kesayangannya.
Saya menyaksikan banyak suporter yang memproteksi Jak Angels (sebutan suporter perempuan Persija).
Saya juga melihat suporter perempuan yang berlindung di balik seorang pria.
Saat jalan menuju ke dalam stadion, awalnya suporter perempuan ini jalan di depan lelaki.
Ketika melihat romobongan suporter lain datang dari arah berlawanan, seara refleks ia berpindah ke belakang teman lelakinya.
Pemandangan seperti ini tak hanya satu dua kali terlihat, tetapi beberapa kali memang terlihat suporter perempuan langsung pindah ke belakang lelaki saat melihat rombongan lain.
Saya sendiri juga sering begitu, mencoba berlindung di balik teman laki-laki yang saya kenal untuk merasa aman. Kadang-kadang saya melakukannya refleks saja, dan tanpa berpikir.
Baca Juga: Alasan Kiper Persija Andritany Ardhiyasa Kejar Tersangka Pelecehan Istrinya
Fakta bahwa banyak perempuan merasa harus berlindung di balik badan laki-laki yang dikenalnya hanya untuk merasa aman juga menunjukkan bahwa stadion memang belum jadi tempat aman bagi perempuan.
Jika aman, perempuan harusnya bisa datang sendiri ke stadion tanpa ada rasa khawatir akan menjadi korban kekerasan seksual.
Untuk itu, tak sedikit suporter perempuan yang terus mengupayakan agar stadion dan tribun aman dan nyaman buat semua pihak.
Belakangan ini The Jakmania juga terus mengkampanyekan tribun aman untuk semua pihak, termasuk perempuan dan anak-anak.
Artikel ini merupakan hasil beasiswa peliputan “ Perempuan Berdaya di Media” yang diadakan oleh Project Multatuli dan Yayasan Hivos dalam kemitraan program We Lead yang didukung oleh Global Affairs Canada.