(Baca Juga: Babak Semfinal Piala Presiden 2018 Jadi Pintu Rezeki Bagi Pedagang Asal Sragen Ini)
Jika Piala Presiden ingin membangun sepak bola Indonesia melalui jalur turnamen, sebagai pelengkap kompetisi, maka rohnya yang perlu dijaga dan ditingkatkan.
Sebab, dua roh Piala Presiden yang sedang bergentayangan itu terasa mulai merasuk ke dalam tradisi dan kultur sepak bola Indonesia.
Tujuan Piala Presiden membangun sepak bola modern atas dasar transparansi dan fair play terasa semakin prospektif.
Tak menutup kemungkinan, jika dijaga secara konsisten, Piala Presiden bisa menjadi turnamen sakral dan menjadi puncak selebrasi publik atau bangsa seperti Piala FA di Inggris atau Copa del Rey di Spanyol.
Setiap bangsa selalu butuh selebrasi nasional, sebagai euforia, ekstasi, persatuan, dan kebanggaan nasional.
Dan, ritus selebrasi lewat sepak bola memiliki peran besar dalam pembentukan karakter bangsa, menjaga pembinaan, pun menggalang persatuan.
Apalagi, sepak bola adalah olahraga merakyat, akan sangat efektif dan representatif menjadi wahana pembinaan, persatuan, kegembiraan bersama.
Maka, di sini kesempatan dan tantangan Piala Presiden untuk menjadi ritus yang sakral dan menjadi ajang selebrasi bangsa dengan karakter yang makin kuat dan disegani orang lain.
Sesuai argumen Maruarar Sirait, tentunya kunci sukses turnamen ini adalah menjaga dua roh fundamental itu tetap kuat dan makin bergentayangan memperbaiki tradisi, karakter, mentalitas, dan kultur sepak bola Indonesia.
Dua roh itu tak lain fair play dan transparansi.
Jika dua roh itu dijaga dengan baik, bukan tak mungkin Piala Presiden akan menjadi salah satu mercusuar sepak bola nasional yang tak hanya menawarkan selebrasi nasional setiap tahunnya.
Semoga, selebrasi nasional lewat sepak bola dalam nama Piala Presiden itu akan menjadi ritus yang permanen, makin baik, dewasa dan abadi, seperti halnya turnamen milik negara-negara sepak bola Eropa. (*)
Editor | : | Hery Prasetyo |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar