Tahun 2018 adalah tahun olahraga. Bukan semata karena di 2018 ada pesta sepak bola dunia di Rusia.
Memasuki detik-detik pergantian tahun, kebiasaan saya dan keluarga sejak masa kecil adalah berkumpul untuk bersyukur atas setahun berlalu dan mengevaluasi apa yang setiap pribadi jalani.
Juga meminta maaf kepada setiap anggota keluarga atas setiap kesalahan dan kelalaian, serta menetapkan resolusi alias kebulatan tekad untuk dijalani di tahun yang baru.
Dikaitkan dengan olahraga, tentu layak bila para pengelola olahraga di Tanah Air beserta seluruh stakeholders melakukan evaluasi atas pencapaian di 2017.
Ibarat tanaman, apakah di 2017 kita menyuburkan lahan atau menanam bibit unggul untuk bertumbuh dan berbuah di 2018?
Tahun ini, Indonesia akan menggelar sejumlah event menarik, termasuk Piala AFF untuk sepak bola wanita.
Tetapi, tentu sejumlah turnamen lebih mendapatkan perhatian dan hal tersebut seolah menjadi pertaruhan seberapa siap kita untuk memasuki 2018 yang disebut tahun olahraga.
(Baca Juga: Mengintip Gaji Pemain Barcelona, Lionel Messi Menerima Rp 9,1 Miliar per Pekan)
Bumi Pertiwi akan menjadi tuan rumah bagi 45 negara dengan menggelar lebih dari 40 cabang olahraga yang dipertandingan.
Kegiatan itu berlangsung sehari setelah perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Ya, pada 18 Agustus hingga 2 September 2018, pesta olahraga Asia digelar di Bumi Pertiwi.
Gawean besar. Dengan segala drama dalam persiapan, plus sindirian sebagian pihak di luar negeri bahwa Asian Games 2018 akan menjadi yang terjelek sepanjang sejarah, nama baik negara ini dipertaruhkan.
Sambil berharap muncul prestasi spektakuler dari atlet Indonesia, kita juga ingin melaju mulus sebagai tuan rumah. Yang kita gelar bukan level PON atau SEA Games, lho! Mari berharap!
Selain itu, jangan lupakan event lain seperti Piala AFC U-19 yang berlangsung di lima kota, Jakarta, Bandung, Bekasi, Cibinong, dan Cikarang pada 18 Oktober hingga 4 November 2018.
Pesertanya ada 16 tim, dari Malaysia, Jepang, Korea Selatan dan Korea Utara, hingga Australia.
Bukan pekerjaan mudah bagi Bima Sakti yang ditunjuk menggantikan Indra Sjafri untuk menangani Garuda Muda kita di event ini.
Nama Indra Sjafri identik dengan keberhasilan memberikan harapan lewat Evan Dimas dkk. di ajang Piala AFF U-19 2013, walau gagal total di Piala AFC U-19 2014.
Juga gaya baru Piala AFF 2018, karena setidaknya Indonesia punya kesempatan menjadi tuan rumah karena turnamen tak lagi digelar di satu negara sejak awal hingga final.
(Baca Juga: Mengintip Gaji Pemain Real Madrid, Cristiano Ronaldo Terima Rp 6,7 Miliar per Pekan)
Sepuluh tim peserta akan dibagi ke dalam dua grup dan akan memainkan laga home and away. Dua tim terbaik di setiap grup akan melaju ke semifinal.
Pergelaran Liga 1 2018 tentu bakal menarik perhatian setelah sejumlah “kisah” yang diperagakan pengelola liga.
Harapan saya, aturan kompetisi tidak mudah diubah-ubah setiap musim atau ketika pengurus berganti.
Anggaplah menyerupai perjalanan Bangsa Indonesia, tentu tidak setiap pergantian Presiden RI diikuti perubahan UUD 1945, bukan?
Kita ingin melihat kompetisi berjalan normal, stabil, adil, berjenjang, dan memiliki kepastian aturan.
Harapan di 2018, Indonesia butuh pelaku (terutama pengurus) yang menjadikan olahraga sebagai tujuan, bukan alat menuju pencapaian lain (yang berbeda dari olahraga). Termasuk di sepak bola.
Di Rusia, 14 Juni hingga 15 Juli 2018, sebanyak 32 tim nasional akan berusah menjadi yang terbaik dengan total 64 pertandingan.
Indonesia kembali menjadi negara penikmat. Kita pantas bersyukur karena memiliki pemilik dan pengelola televisi yang percaya pada kekuatan sepak bola.
Tak sampai 6 bulan menjelang pesta Piala Dunia 2018 dimulai, kepastian televisi yang akan menayangkan pertandingan tersebut muncul.
(Baca Juga: Bocah Ajaib AS Monaco Tak Dijual pada Bursa Januari 2018)
Patut disyukuri, meski saya membayangkan bagaimana tim pemasaran di Trans Media (Trans TV, Trans 7, dan Transvisioin) serta K Vision pontang-panting mencari sponsor-sponsor yang dibutuhkan guna menutupi biaya pembelian hak siar PD 2018.
Harapan kita, tayangan-tayangan mahal dan berkualitas tersebut tidak selesai sebagai tontonan seperti film di bioskop. Pasti, dan banyak, pelajaran yang bisa kita petik dari ajang akbar ini.
Tak perlu membombardir kenyinyiran “kapan timnas Indonesia tampil di Piala Dunia” bila kita belum ikut berperan dalam perubahan menuju kebaikan.
Melihat pemain di liga kita menebas kaki, bahkan kepala, lawan tanpa merasa bersalah dan tak khawatir koleganya itu kehilangan pekerjaan karena cedera, tampaknya kita belum sungguh-sungguh mencintai sepak bola.
Perilaku seperti ini kerap luput dari hukuman, bahkan mendapatkan apresiasi dari penonton yang “nafsu buasnya” terpuaskan. Alamak!
Nah, 2017 telah berlalu dan 2018 menyediakan lembaran baru. Evaluasi tentu sudah dilakukan serta bersiap menebus kesalahan di tahun yang baru.
Tokoh hebat dunia asal Afrika Selatan, Nelson Mandela, pernah berkata begini, "May your choices reflect your hopes, not your fears."
Biarlah pilihan kita di 2018 mencerminkan harapan akan perubahan serta kebaikan, bukan ketakutan dan sikap pesimistis. @weshley
Editor | : | Weshley Hutagalung |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar