Yang dia lakukan ketika itu murni sikap profesional sebagai pesepak bola untuk tetap berusaha mencari nafkah dari pekerjaan yang dia cintai.
"Dalam masa-masa yang sangat sulit ketika itu (cedera), saya baru menikah dan ide untuk bergabung ke Milan sepertinya cocok," kata Meazza, yang meninggal pada 1979, mengenang kejadian tersebut di La Repubblica, yang dikutip BolaSport.com.
Publik Inter Milan sepertinya mafhum dengan kondisi Meazza, apalagi dirinya lantas memperbaiki relasi karena mengakhiri karier di sana, bahkan sempat pula menjadi pelatih.
Intinya, para pemain yang dicap pengkhianat tadi sebenarnya punya berbagai alasan kenapa mereka menempuh jalan pisah.
Kalau digali satu per satu, mereka juga individu yang ingin dimengerti atas dasar profesionalisme.
"Pemain mungkin akan dicap berkhianat, tetapi mereka harus mengambil keputusan sendiri," kata John Barnes lagi.
Jangan terlalu posesif itu penting. Kata Barnes, memuja berlebihan seorang pemain tidak dianjurkan karena mereka selalu berpeluang ganti klub.
(Baca Juga: El Pipita dan Syair Pengkhianatan Cinta)
Ibarat sebuah hubungan, akibatnya, sekalinya mereka pisah, kecewanya bakal luar biasa.
Arsene Wenger sendiri ogah mengecap Alexis pembunuh bayaran karena menghargai keputusannya pindah klub demi tantangan profesional personal - di luar kenaikan gaji tentunya.
Seperti ujar Barnes, terpenting adalah bagaimana klub dan fan merespons situasi setelah ditinggalkan si pemain yang pergi.
Anggap saja cobaan: melepas untuk mendapatkan yang lebih besar.
Siapa sangka Fiorentina mendapatkan pengganti Baggio dalam sosok yang melegenda di klub sekelas Gabriel Batistuta?
Beberapa tahun setelah kepergian Figo, Barcelona pun diberkahi kemunculan Lionel Messi, yang membawa klub ke level keemasan.
Bagaimana dengan Liverpool selepas Coutinho atau Arsenal pascaera Alexis Sanchez kelak?
Bisakah mereka dapat pengganti yang lebih moncer?
Editor | : | Beri Bagja |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar