BOLASPORT.COM - Kekalahan pasangan ganda campuran Indonesia, Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti, dari Wang Yilyu/Huang Dongping (China) pada final Australian Open 2019 menjadi kekalahan kali kelima sepanjang pertemuan kedua pasangan tersebut.
Kekalahan dengan skor akhir, 15-21, 8-21, itu sekaligus menunjukkan adanya ketidakcocokan pola permainan antara Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti dengan Wang/Huang, yang memang dikenal bermain dengan ritme permainan cepat.
Hasil yang dicapai Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti itu pun seolah mengulang grafik anti-klimaks mereka pada dua final sebelumnya, New Zealand Open 2019 dan India Open 2019.
Baca Juga: Penampilan Praveen/Melati Dinilai Mulai Lebih Stabil, tetapi...
Bahkan, pada final India Open 2019 lalu, Praveen/Melati juga kalah telak dari Wang/Huang 11-21, 13-21.
Hingga saat ini pasangan ganda campuran peringkat tujuh dunia tersebut tercatat tak pernah menang melawan Wang/Huang dengan rekor pertemuan 0-5.
Hal ini pun turut mengundang Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PP PBSI, Susy Susanti, angkat bicara terkait rangkaian "kebuntuan" Praveen/Melati dalam menghadapi Wang/Huang.
"Praveen/Melati juga harus lebih cerdik menganalisa lawan, misalnya Wang/Huang, sudah lima kali kalah," ucap Susy Susanti, seperti dilansir BolaSport.com dari laman Badminton Indonesia.
Baca Juga: BAM Tak Menyerah Cari Tunggal Putra Penerus Lee Chong Wei
"Benar-benar harus dipelajari kekalahan sebelumnya. Misalnya banyak error, ya perlu ditingkatkan fokusnya, diperkuat defense-nya,"
"Misalnya Melati (saat) di latihan 'dikeroyok' lawan tiga pemain putra. Atau (untuk) serangannya? latihan smash sampai 1000 bola deh istilahnya," kata dia menambahkan.
Sepanjang pertemuan dengan Wang/Huang, Praveen/Melati memang lebih banyak melakukan kesalahan sendiri.
Bahkan, mereka sama sekali tidak diberi kesempatan oleh Wang/Huang untuk berkembang untuk memulai serangan.
Baca Juga: Susy Susanti Berharap Jonatan dan Anthony Bisa Konsisten seperti Marcus/Kevin
"Kalau kami lihat kan pasangan Tiongkok ini pintar, mereka tidak pernah memberi bola ke atas pada Praveen, nah Praveen tidak dapat serangan, sedangkan ini andalan dia," ucap Susy.
"Program latihan dari pelatih mungkin bisa ditambahkan, bagaimana placing-nya Praveen bisa lebih halus, lalu jangan nafsu, nggak apa-apa main reli dulu, adu dulu, begitu ada kesempatan, baru serang. Jadi ini, antisipasi dan pancingan serangan ini yang mungkin bisa diterapkan sebagai variasi bagi Praveen/Melati," tutur Susy lagi.
Baca Juga: BAM Diminta Pertahankan Lee Chong Wei meski Bukan sebagai Pemain
Kiprah Praveen/Melati memang kerap merepotkan banyak pasangan ganda campuran top 10 dunia.
Akan tetapi, ketika Praveen/Melati berhadapan dengan dua pasangan pemuncak peringkat dunia asal China, Zheng Siwei/Huang Yaqiong dan Wang Yilyu/Huang Dongping, seolah ada jurang besar yang memisahkan mereka.
Ya, selain Wang/Huang, satu pasangan yang kerap menyulitkan Praveen/Melati adalah Zheng/Huang, dengan rekor pertemuan 0-5.
Pertemuan yang paling membekas tentu terjadi pada laga semifinal All England Open 2019 lalu. Kala itu Praveen/Melati nyaris menang sebelum kalah rubber game, 21-13, 20-22, 13-21.
"Sebetulnya sayang, progresnya sudah ada, tinggal melewati batas ini, batas mereka bisa juara, rasa percaya diri mereka akan lebih tinggi," ungkap Susy.
"Kami tahu ada beberapa lawan yang mainnya kurang pas sama mereka. Misalnya yang mainnya cepat, mungkin agak nggak 'ngikut'. Melati harus bisa melatih diri supaya lebih gesit, lebih lincah, penguasaan lapangan harus diperbanyak. Pemain putri pasti diincar lawan kalau di ganda campuran."
Baca Juga: Tunggal Putri Denmark Anggap European Games 2019 seperti Mini Olimpiade
"Yang menjadi 'penyakit' kan banyak buang poin sendiri, matinya bukan karena dibunuh, tapi mati sendiri. Harus saling mengingatkan, asal masuk dulu shuttlecock-nya, jangan buru-buru, jangan terlalu nafsu ingin mematikan lawan, main safe dulu,"
"Di perempat final, di semifinal bisa, kok di final nggak bisa? Ini terjadi sudah tiga kali di final, harus tahu, kesalahannya di mana? Kami tetap kasih masukan dan mendampingi, tapi tetap semua harus ada kemauan dari atletnya, toh kalau juara kan juga untuk atlet," kata peraih medali emas Olimpiade 1992 tersebut.
Baca Juga: Son Wan-ho Diprediksi Bakal Comeback pada November 2019
Susy sendiri mengaku akan bekerja sama dengan Kepala Pelatih ganda campuran PBSI, Richard Mainaky, untuk melakukan evaluasi besar demi mengamankan dua tiket ganda campuran pada Olimpiade Tokyo 2020.
Selain Praveen/Melati, Indonesia juga berpeluang mengirimsatu wakil ganda campuran lewat nama Hafiz Faizal/Gloria Emanuelle Widjaja, yang kini bertengger di peringkat keenam dunia.
"Ini jadi PR buat PBSI, buat kak Richard yang sudah menelurkan Tontowi (Ahmad)/Liliyana (Natsir), kan kami berharap Praveen/Melati bisa meneruskan prestasi, ada Hafiz/Gloria juga, dua pasangan ini yang kami harapkan bisa lolos ke olimpiade. Tapi dengan kekalahan ini butuh banyak polesan dan kerja keras lebih," jelas Susy.
Baca Juga: Sempat Bersinar, Perkembangan Aaron Chia/Soh Wooi Yik Dinilai Lambat
"Misalnya kami kasih masukan ke pelatih, perlu ada tambahan kelincahan di depan net, dan kalau pemain putri 'ketarik' ke belakang, ya harus siap juga,"
"Nggak bisa hanya mengandalkan pemain putra, memang kalau di ganda campuran pasti pemain putra akan cover sebagian besar area lapangan belakang,"
"Tapi jangan sampai porsinya 70-30, paling tidak minimal 65-35, atau kalau bisa 60-40, itu akan jauh lebih solid kerjasamanya," ucap Susy.
Editor | : | Delia Mustikasari |
Sumber | : | Badminton Indonesia |
Komentar