BOLASPORT.COM - Terdapat opini yang mengungkapkan alasan Pele lebih layak disebut GOAT daripada Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo.
Setelah Pele meninggal dunia, perdebatan mengenai sosok GOAT (Greatest of All Time) alias predikat pemain terbaik sepanjang masa ternyata belum usai.
Hal ini terutama menyusul kesuksesan Lionel Messi menjuarai Piala Dunia 2022 bareng timnas Argentina.
Debat itu belum menghitung kehadiran Diego Maradona dan Cristiano Ronaldo yang kerap masuk bursa sebagai GOAT versi penggemar pada generasi masing-masing.
Selepas kejayaan Lionel Messi menyamai prestasi Maradona membawa negaranya juara dunia, adu opini mengerucut kepada dua nama sebagai GOAT sejati di mata fan: Pele atau Messi?
Dalam beberapa aspek, Lionel Messi memang sudah mampu mengungguli Pele.
Contoh keunggulan itu di antaranya jumlah gol total di Piala Dunia (Messi 13 gol, Pele 12) hingga gol kompetitif sepanjang karier menurut data FIFA (Messi 798 gol, Pele 757).
Baca Juga: Pele Meninggal Dunia, Disemayamkan 24 Jam di Tengah Lapangan Stadion Santos FC
Soal trofi Ballon d'Or, Lionel Messi juga menjadi rajanya di kolong langit dengan 7 gelar.
Lantaran penganugerahan top versi majalah France Football itu awalnya cuma diberikan kepada pemain asal Eropa (dan perkembangannya untuk pemain dari negara mana pun yang berkarier di klub Eropa), Pele tidak pernah meraihnya secara resmi.
Dia tak pernah membela klub asal Benua Biru sepanjang kariernya (1956-1977).
Hanya setelah France Football melakukan koreksi terhadap sistem dan kriteria pemberian gelar pada 2014 yang berlaku buat pemain non-Eropa, Pele akhirnya mendapatkan apresiasi setimpal.
Legenda timnas Brasil bernama lengkap Edson Arantes do Nascimento diakui berhak memenangi trofi pemain terbaik untuk edisi 1958, 1959, 1960, 1961, 1963, 1964, dan 1970, untuk bersanding dengan pemenang Ballon d'Or yang orisinal.
Pele sampai dibuat menangis haru dalam seremoni yang diadakan France Football 8 tahun silam.
"Saya berjanji kepada keluarga bahwa saya tak akan menangis, tetapi ini terlalu mengharukan. Saya berterima kasih kepada Tuhan yang memberikan kesehatan sehingga saya bisa bermain bertahun-tahun lamanya," kata legenda beralias Sang Raja, waktu itu.
"Saya tidak bermain sendiri. Semua yang saya menangi diraih bersama teman-teman."
"Orang-orang mengingat para pemain, tetapi kita tak boleh melupakan siapa yang menyiapkan sepatu, fisioterapis, ahli pijat, saya membagi gelar ini dengan kalian semua," imbuh pria kelahiran 23 Oktober 1940, dikutip BolaSport.com dari As.
![Pele saat berpose dengan medali juara timnas Brasil. Pele meninggal dunia pada Kamis (29/12/2022) di Sao Paulo dalam usia 82 tahun.](https://cdn.grid.id/crop/0x0:0x0/700x0/photo/2022/12/30/000_32y64jljpg-20221230125322.jpg)
Setelah koleksi trofi individu mereka versi Ballon d'Or berimbang, ada alibi lain yang memperkuat status Pele lebih baik dari Lionel Messi ataupun Ronaldo.
Di luar rekor sebagai satu-satunya pemain yang meraih 3 trofi Piala Dunia, karier Pele berlangsung ketika dunia sepak bola zaman bahela lebih sukar dilakoni.
Tantangan serbasulit itu hadir dalam rupa kualitas permainan, teknologi, infrastruktur, hingga regulasi yang belum mendukung seperti sekarang.
"Bola sepak dan sepatu zaman dulu dibuat dari kulit asli dan dalam setiap tendangan, Anda bisa mendengar lenguhan terakhir dari hewan yang dikuliti tersebut," kata penulis Brasil, Ruy Castro, dalam bukunya, Os Gratos do Brasil.
"Mereka (sepatu) sangat kasar dan berat, dan dengan rumput yang basah, sepatu jadi dua kali lebih berat dari semula," lanjutnya.
Bandingkan dengan teknologi serbamodern yang berkembang zaman sekarang saat sepatu pesepak bola dibikin seringan mungkin guna mendukung akselerasi dan eksekusi pemain.
Teknologi bola sepak yang memanjakan para penyerang juga didukung kondisi lapangan yang terus diperbagus guna menunjang performa mereka.
Sementara itu, di zaman Pele, usaha pemain buat mencetak gol jauh lebih sulit.
![Legenda timnas Brasil, Pele, memeluk erat Amarildo setelah jadi pahlawan kemenangan di Piala Dunia 1962.](https://cdn.grid.id/crop/0x0:0x0/700x0/photo/2022/07/27/pele-amarildojpg-20220727115151.jpg)
Lapangan kala itu dikritik rata-rata masih seperti ladang kentang dan tanah peternakan dengan banyak lubang di mana-mana.
Baju pemain pun tidak berteknologi dry fit seperti sekarang dan jika mereka berkeringat, kostum akan beberapa kali terasa lebih berat di badan, rasanya seperti menggendong teman saat berlari.
Bayangkan kesulitan pesepak bola jika harus melakukan sprint atau menyambut bola udara dengan kondisi seperti itu.
Baca Juga: Piala Dunia 2026 Diikuti 48 Negara, Seperti Berkah dari Surga bagi Tim Afrika
Hal lain yang mendukung alasan Pele bahwa sepak bola zaman dulu lebih sulit ialah regulasi yang memungkinkan para pemain lawan berbuat kasar dengan segala cara guna menghentikannya.
Pele mulai bermain pada 1956 dan FIFA tidak menerapkan aturan pemberian kartu hingga Mei 1970 sehingga kecenderungan seorang pemain lincah seperti dia dilanggar kasar lawan sangat tinggi.
Kabarnya, taktik utama tim yang menghadapi Santos (klubnya Pele) atau timnas Brasil adalah mengincar sang pemain nomor 10 dengan atau tanpa bola.
Bayangkan apa yang dilakukan Pele di lapangan selama 15 tahun melawan pemain musuh tanpa kartu kuning dan kartu merah bagi yang melanggarnya.
Oleh karena itu, lantaran setiap zaman memiliki tantangannya masing-masing, ucapan Carlo Ancelotti mengenai debat soal GOAT barangkali lebih bisa diterima.
"Apakah Messi yang terbaik sepanjang masa? Saya tidak tahu karena selalu ada pemain yang kuat di setiap generasi," ujar pelatih Real Madrid.
Editor | : | Beri Bagja |
Sumber | : | AS.com, FIFA.com |