BOLASPORT.COM - Viktor Axelsen (Denmark) saat ini menjadi salah satu tunggal putra yang diwaspadai karena selain menduduki peringkat kesatu dunia, permainannya cenderung konsisten setelah meraih medali emas Olimpiade Tokyo 2020.
Axelsen tidak pernah kalah pada babak final sejak All England 2021. Sejak merebut keping medali emas Olimpiade Tokyo 2020, Axelsen nyaris menyapu semua gelar penting, termasuk delapan gelar pada musim 2022.
Axelsen bahkan berhasil menyamai rekor miliki legenda tunggal putra dunia asal Malaysia, Lee Chong Wei, setelah menaklukkan Anthony Sinisuka Ginting pada BWF World Tour Finals 2022.
Viktor Axelsen kembali mencatatkan namanya dalam sejarah dunia bulu tangkis setelah resmi keluar sebagai juara di nomor tunggal putra BWF World Tour Finals 2022.
Kemenangan ini juga menandai gelar kedelapan yang telah diraih Axelsen pada 2022.
Tahun ini, Axelsen mengalami kekalahan pada final India Open 2023, babak kedua All England Open, dan semifinal Swiss 2023.
Namun, Anthony Sinisuka Ginting masih kesulitan mengalahkan Axelsen. Dari 15 pertemuan, Anthony baru menang empat kali.
Kesuksesan setelah menjadi Juara Asia 2023 menurut legenda tunggal putra Indonesia, Taufik Hidayat, diharapkan membuat Anthony lebih termotivasi menghadapi turnamen yang levelnya lebih tinggi seperti Olimpiade.
"Sebenarnya kalau lihat rekaman pertandingam pada babak pertama bisa mengimbangi (Axelsen). Tetapi pada gim ledua apalagi sampai ketiga kenapa permainannya seperti itu. Gim pertama bisa, gim kedua capek, ketiga kok bisa jalan kaki," kata Taufik kepada media di Jakarta, Selasa (2/5/2023).
"Maksudnya, mereka tahu apa yang salah dengan pemain. Paling yang bisa mengimbangi itu hanya Ginting, tapi terakhir terakhirnya apa? Kalau fisik udah habis, sudah tidak bisa berpikir, sudah loss aja."
"Mainnya ngawur saja. Nah disitu gunanya tim, apalagi sekarang PBSI katanya ada namanya sport science, mereka analis pasti mereka tau dan Ginting juga diajak bicara kenapa gim 1 bisa, gim ke-2 tidak bisa, gim ketiga tambah tidak bisa. Itu menjadi PR mereka," tutur Taufik.
Analisis ini tidak hanya untuk Anthony, tetapi juga mencakup tunggal putra Indonesia lainnya bagaimana statistik pertemuan dengan Axelsen.
"Apa yang menjadi batu sandungan. Sekarang masih dibayangi Axelsen. Belum apa-apa kayak sudah kalah dulua. Mudah mudahan dengan kejuaraan Asia ini, Ginting bisa tambah lagi percaya dirinya," ucap Taufik.
"Sayang saja, dia punya talenta yang bagus tinggal kurangnya itu. Dari segi teknik, bisa menyamai Axelsen," aku peraih medali emas Olimpiade Athena 2004 itu.
Meski Anthony berasal dari klub yang sama dengan Taufik, SGS Elektrik, pria berusia 41 tahun ini mengatakan bahwa dia sudah lama tidak berkomunikasi dengan Anthony.
"Jujur ya kalau komunikasi saya tidak pernah. Tidak pernah memberi motivasi apa-apa. Dulu saja mungkin sekali dua kali, tetapi sudah lama saya berbicara dengan Ginting. Kalau untuk sekarang, sama sekali tidak ada komunikasi," aku Taufik.
"Takutnya juga apakah dia bisa menerima apa tidak. Toh selama ini dia sudah dewasa, sudah bisa memilih jalan sendiri, kecuali dari anaknya yang minta (saran) bisa saja. Yang senior bukan saya saja."
"Orang tergantung dia nyaman sama siapa. Mungkin ada senior lain yang memang bisa komunikasi dengan Ginting. Kalau saya datang, terus menawarkan ini saya bukan tipikal yang seperti itu juga."
"Kalau ada orang yang minta tolong ada yang ingin berdiskusi sama saya, saya selalu terbuka dan selalu bilang ya," ujar Taufik.
Selain Anthony, Taufik juga menyoroti tunggal putra teratas Indonesia lainnya, Jonatan Christie, yang secara fisik dianggap bisa mengimbangi performan Axelnsen.
"Kalau dari fisik bukan jaminan. Dulu saya juga sama. Saya tidak lebih tinggi lebih dari Axelsen, tetap saya bisa mengalahkan dia. Kalau Jojo (sapaan akrab Jonatan Christie), menurut anda emang dia paling pantas kenapa tidak," ucap Taufik.
Baca Juga: SEA Games 2023 - Malaysia Ketar-ketir Jumpa Indonesia, Kekuatan Ganda Putra Paling Ditakuti
"Makanya dari kemarin saya bilang di situ perlunya pelatih yang benar-benar paham. Bagi pelatih fisik, apa sih yang salah. Mereka seharusya koordinasi. Tadi disebut soal kondisi fisik seperti tinggi badan, tinggi besar lebih unggul."
"Tetapi, penonton ini jago dalam menganalisa. Kalau disuruh bermain tidak tahu sepeti apa. Nah, makanya nanti saya harap kalau bertemu langsung sama jonatan tanya saja. Kan badan sudah tinggi, sudah agus kenapa belum bisa mengalahkan Axelsen," ucap Taufik.
Taufik menjelaskan bahwa kalau untuk aspek tinggi badan, tidak ada fakta yang menunjukkan jika kondisi tubuh yang lebih pendek tidak bisa menjadi juara.
"Sekarang (Akane) Yamaguchi tingginya 169 cm bisa jadi juara. Makanya tidak ada yang tahu. (Carolina) Marin juga dulu latihannya di Cipayung dan permainanya seperti robot. Tetapi, dia bisa menjadi juara Olimpiade," kata Taufik.
"Spanyol dulu tidak memiliki pebulu tangkis karena mereka lebih banyak memiliki atlet balap motor. Tetapi, kita tidak ada yang tahu," kata ayah dua anak ini.
"Namun, dengan kemauan balik lagi soal keberuntungan. Kalau Tuhan bilang juara mau diapakan ya juara. Balik lagi ke Lee Chong Wei, tidak ada garis tangan juara Olimpiade. Tidak ada yang tahu. Juara cuma 1, tidak ada juara 2. Yang ada peringkat ke-2, peringkat ke-3."
Editor | : | Delia Mustikasari |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar