BOLASPORT.COM - Akhir pekan tanpa cela di MotoGP Austria membawa pembalap Ducati Lenovo, Francesco Bagnaia, ke level yang baru. Rival pun ragu ada sosok yang bisa menghentikan kombinasi sempurna Nuvola Rossa alias Awan Merah.
"Bagnaia tampil dengan sempurna, dia tidak pernah meleset di tikungan sejak hari Jumat," puji Valentino Rossi, legenda balap sekaligus mentor Bagnaia.
Pujian The Doctor bukannya tanpa alasan, Bagnaia benar-benar berkuasa saat akhir pekan lomba di Red Bull Ring, Spielberg, Austria, pada 18-20 Agustus 2023.
Setelah menutup kekurangan usai dua sesi latihan di hari Jumat, Bagnaia hampir tidak pernah menoleh ke belakang.
Pecco tak tersentuh dengan pole position di kualifikasi, memimpin dari start sampai finis saat sprint dan lomba, plus catatan waktu lap tercepat. Grand slam.
Brad Binder (Red Bull KTM) yang dua kali menjadi penantang terdekat Bagnaia pun tak bisa berbuat banyak.
Start device KTM yang akhir-akhir ini membuat motor RC16 terlihat seperti roket gagal menahan akselerasi Bagnaia yang terbantu dengan pemutakhiran "rahasia" dari Ducati.
"Sudah jelas ada yang baru dengan motor kami, tetapi saya lebih memilih seseorang di jajaran petinggi Ducati yang menjelaskannya," sahut Bagnaia, dilansir dari Crash.net.
Keunggulan saat start menghindarkan Bagnaia dari mimpi buruk kehilangan grip karena naiknya tekanan ban depan yang disebabkan panas yang dihasilkan lawan di depan.
Baca Juga: Hasil MotoGP Austria 2023 - Bagnaia Tak Terkejar, Rossi Full Senyum Pasukannya Dominasi Podium
Ini diperumit dengan penerapan penuh aturan batas tekanan ban untuk pertama kalinya, lintasan yang penuh dengan titik pengereman berat, dan cuaca yang relatif panas.
Alhasil, dari ketertinggalan tipis di tikungan pertama, Binder kedodoran sampai akhirnya tercipta gap 2,056 detik saat akhir sprint dan 5,191 detik saat akhir balapan.
Mengutip Motorsport Magazine, gap 5,1 detik menjadi selisih terbesar dalam balapan MotoGP musim ini dan juga bagi Bagnaia sepanjang kariernya.
Bagnaia bukannya tanpa masalah walau paling depan. Dia mengaku tekanan ban depannya masih melewati batas ideal sehingga motornya lebih sulit dikendarai.
Meski begitu, Bagnaia tetap konsisten bak metronom. Dia mampu menjaga pace di bawah 1 menit 31 detik sampai lap ke-21 sedangkan Binder sudah turun sejak lap ke-17.
Konsistensi pula yang membedakan sang juara bertahan dengan dua pembalap motor Ducati lainnya yang ikut menghuni peringkat tiga besar klasemen yaitu Jorge Martin (Prima Pramac) dan Marco Bezzecchi (VR46).
Dalam 10 lomba terakhir (termasuk dengan sprint) di MotoGP, Bagnaia menang lima kali dan cuma sekali finis di luar posisi dua besar.
Bagi ukuran pembalap yang potensi juaranya kerap dipertanyakan karena sering jatuh sendiri, ini jelas merupakan pertanda hadirnya prestasi emas berikutnya.
Para rival pun ragu ada pembalap yang bisa menandingi Bagnaia yang saat ini memiliki tabungan 62 poin atas rival terdekat di puncak klasemen sementara.
Baca Juga: Fenomena Menang atau Bubar Bagnaia Bikin Pengamat MotoGP Garuk-Garuk Kepala
Fabio Quartararo, pesaing utama Bagnaia dalam dua musim sebelumnya, bahkan menyandingkan Bagnaia dengan Max Verstappen yang sedang menguasai F1 saat ini.
Quartararo menunjuk kombinasi sempurna antara pengemudi dan tunggangan sebagai persamaan antara Bagnaia dan Verstappen.
The Flying Dutchman alias Orang Belanda yang Terbang, pelesetan dari legenda kapal berhantu bagi Verstappen, nyaris tak terhentikan karena memenangi delapan seri terakhir.
Tim yang diperkuat Verstappen yaitu Red Bull juga begitu dengan rekor 13 kemenangan beruntun sejak balapan terakhir F1 pada musim lalu!
Ducati 11-12. Dari 10 seri yang sudah berjalan musim ini, hanya 2 di antaranya yang dimenangi pembalap dengan motor pabrikan lainnya.
"Saya pikir dia sedikit seperti Verstappen sekarang karena saya pikir juga seperti beberapa tahun sebelumnya dia punya motor terbaik," kata El Diablo seperti diberitakan Motorsport.com.
"Akan tetapi kita bisa memiliki motor terbaik dan gagal mendapatkan hasil terbaik."
"Ini adalah sebuah kombinasi, dan tampaknya sekarang kombinasi yang dia punya dengan motor, kepercayaan diri dengan motornya, ketika kita terus menang, kita merasa tak terkalahkan."
"Ini adalah sensasi yang dia punya sekarang, dia tahu cara menggunakan motornya, jadi sekarang saya tidak berpikir siapa pun bisa lebih cepat daripada dirinya."
Soal menjadi satu dengan motor, Bagnaia dan Ducati telah merayakannya dengan julukan Nuvola Rossa beserta jargon kombinasi sempurna saat mencetak triple crown di MotoGP musim lalu.
Akan tetapi soal disandingkan dengan Verstappen, Bagnaia memilih tertawa sebagai responsnya.
"Saya akan bilang sudah pasti tidak (seperti Verstappen). Kami saat ini melakukan pekerjaan bagus dan kami hanya harus tetap seperti ini," ujar pembalap asal Chivasso, Italia, ini.
Bagnaia tak ingin menikmati kejayaannya sendiri. Dia juga angkat topi dengan keberhasilan kru tim Ducati untuk menyediakan motor terbaik plus sesuai dengan permintaaannya.
Meski begitu, kalau ditanya apakah pembalap masih punya peran di MotoGP sekarang, yang makin condong dengan perang teknologi, Bagnaia sepakat.
"Tentu saja (pembalap masih bisa membuat perbedaan), Anda harus tahu cara kerjanya," tukas Bagnaia.
"Motor memberi kita keuntungan di beberapa area tertentu, tetapi pembalap lah yang membuat perbedaan."
Bagaimana Bagnaia begitu memperhatikan detail-detail kecil saat MotoGP Austria bisa menjadi bukti lain tentang peran pembalap.
Sampai-sampai cara membawa motor dalam formation lap direncanakannya demi memaksimalkan persediaan bahan bakar saat lomba.
Rentetan titik akselerasi dari kecepatan rendah di Red Bull Ring membuat konsumsi bahan bakar menjadi lebih besar.
Baca Juga: Reaksi Datar Valentino Rossi Saat Ditanya kenapa Marc Marquez Kini Kalah Cepat dari Adiknya Sendiri
Oleh karena itu Bagnaia sengaja melaju sangat pelan dalam putaran sebelum start untuk menghemat.
Di turunan menuju Tikungan 4 dia menetralkan persneling kemudian mematikan mesin saat keluar dari tikungan terakhir.
"Ketika berada di slipstream pembalap lain (bahan bakar) bukan masalah, tetapi saat berada di depan semuanya kita harus sedikit mengurangi tenaga motornya," terang Bagnaia.
"Itu juga membantu saya karena mendorong saya untuk mengendarai motornya dengan lebih halus," imbuhnya.
Tentu saja, Bagnaia tidak menampik bahwa faktor motor juga berperan dalam kesuksesan seorang pembalap. Namun, racikannya tidak sesederhana yang terlihat.
"Jika motornya tidak bekerja dengan baik, kita akan kesulitan, lihat saja (juara WSBK, Alvaro) Bautista saat dulu dengan Honda dan sekarang dengan Ducati."
"Ini soal kombinasi banyak hal," pungkasnya.
Editor | : | Ardhianto Wahyu Indraputra |
Sumber | : | Berbagai sumber |
Komentar