Witan menjelma menjadi pemain fantastis seperti sedia kala. Bermain pertama kali sebagai striker palsu di pulau sendiri (BJ Habibie di Parepare hanya berjarak satu provinsi dari Palu), ia bangun dari tidurnya.
Body shape-nya selalu tepat, sentuhannya kembali, finishing mautnya muncul lagi. Dua golnya membuat Persija menang pertama kali sejak lima pertandingan.
Duet Ryo-Witan dipertahankan untuk laga berikutnya melawan Persikabo 1973. Hasilnya, satu gol, satu assist, dan satu pre-assist bisa dilesakkan Witan.
Andai bulan madu yang tertunda ini bisa diperpanjang hingga selamanya.
***
Realitanya, dua penampilan gacor di lini depan itu menjadi dua laga terakhir Witan untuk Persija (setidaknya pada musim ini).
Manajemen Persija menerima klausul peminjaman dari Bhayangkara FC yang berada di dasar klasemen. Langkah mundur lagi.
Melihat unggahan sang istri, tampak Witan sejatinya tak mengharapkan perpindahan ini.
Ada pula screenshoot bantahan akun Witan di lini komentar unggahan ketua umum The Jakmania Diky Soemarno yang menyatakan ia pindah karena kemauan sendiri.
Dari megahnya Eropa, pulang ke klub besar Liga 1, dan kini di tim juru kunci. Bukan karier yang patut dicontoh generasi berikutnya.
Untungnya, klub anyar Witan mencoba membangun skuad mumpuni di bursa transfer tengah musim, termasuk pemain sekaliber Radja Nainggolan.
Jika melihat Teerasil Dangda yang pada masa mudanya ditolak klub Eropa dan bisa membangun karier di negeri sendiri untuk memenangi kepindahan ke Jepang, apakah Bhayangkara FC bisa menyediakan ruang yang tepat bagi Witan untuk meniru skenario itu?
Editor | : | Mochamad Hary Prasetya |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar