Ronaldo mengakhiri turnamen ketika itu sebagai peraih Sepatu Emas dengan 8 gol di mana dua di antaranya diciptakan di final saat Brasil menang 2-0 versus Jerman, sementara Rivaldo mengoleksi 5 gol.
Bagaimana dengan saat ini? Tentu saja nama-nama seperti Neymar, Coutinho, dan Willian juga menjadi impian bagi pelatih mana pun di dunia.
Selepas pertandingan melawan Swiss di PD 2018, memang sempat muncul keraguan atas Gabriel Jesus.
Tapi, mengingat pemain kelahiran Sao Paulo ini bisa menjadi salah satu andalan pelatih sekaliber Pep Guardiola di klub sebesar Manchester City dan mencetak 13 gol di kompetisi sekompetitif Liga Inggris musim lalu dalam usia yang baru 21 tahun, kualitas Jesus tak bisa disangkal.
Jika pun Tite memutuskan mengubah ujung tombaknya untuk laga kedua, Roberto Firmino akan menyajikan ancaman yang tak kalah mengerikan sebagaimana diperlihatkannya bersama Liverpool musim lalu dan dua musim sebelumnya.
Sedikit mundur, di sektor inilah yang disebut-sebut letak keberhasil Tite dibanding Dunga, pelatih Brasil sebelumnya, karena berhasil menciptakan keseimbangan tim.
Daya ledak tinggi bisa diimbanginya dengan pemain-pemain yang piawai memutus serangan lawan, seperti Paulinho, Casemiro, hingga Fernandinho di bangku cadangan.
Nama-nama tersebut mengingatkan publik akan pentingnya kehadiran gelandang bertahan semacam Gilberto Silva di PD 2002 dan Dunga pada edisi 1994.
Untuk mengeksploitasi lebar lapangan, Brasil di PD 2018 punya bek luar biasa semacam Marcelo. Kehilangan Dani Alves tentu patut disayangkan, tapi kualitas Danilo tidaklah bisa dibilang jelek.
Keberadaan mereka seperti menapak tilasi kontribusi hebat Cafu dan Roberto Carlos di edisi 2002 serta Jorginho pada 1994.
Editor | : | Jalu Wisnu Wirajati |
Sumber | : | Berbagai sumber |
Komentar