BOLASPORT.COM – Bagi pencinta sepak bola era 2000-an, Adriano Leite Ribero bukanlah nama asing, terlebih bagi penggemar Liga Italia.
Sosok yang akrab disapa Adriano merupakan salah satu pemain yang menarik perhatian di awal kemunculannya.
Adriano sempat menjadi perbincangan kala menunjukkan penampilan gemilangnya bersama timnas Brasil dan raksasa Liga Italia, Inter Milan.
Striker kelahiran Rio de Janeiro ini mempunyai ciri khas tendangan kaki kiri maut sangat keras yang membuat takut para penjaga gawang.
Postur tubuhnya yang gempal dan besar membuat bek-bek harus beradu sekuat tenaga untuk mengalahkannya dalam duel.
Bakat khas Brasil berupa gocekan dan kelihaian dalam memainkan bola di kaki melengkapi atribut sempurnanya sebagai seorang penyerang.
Para fan I Nerazzurri bahkan menyematkan julukan khusus kepada Adriano, yakni dengan sebutan L’Imperatore atau Sang Kaisar.
Baca Juga: 10 Statistik Menakjubkan yang Dihasilkan Lionel Messi Usai Cetak Lima Gol
Adriano adalah salah satu talenta Brasil yang digadang-gadang mampu menunjukkan performa konsisten di Eropa.
Bahkan dirinya disebut-sebut sebagai penerus Ronaldo Nazario yang saat itu menjadi andalan timnas Brasil dan memiliki karier cemerlang di tim-tim elite Eropa.
Sayangnya, karier Adriano tak benar-benar bisa mencapai masa keemasan sebab derpresi dan kecanduan alkohol akibat kematian ayahnya.
Titik mula perjalanan karier
Adriano bergabung dengan akademi Flamengo untuk memulai karier sepak bola profesionalnya ketika berusia 18 tahun pada 2000.
Namun, Adriano tak lama berada di Flamengo. Pemandu bakat Inter melihat dia sebagai sosok pemain muda yang potensial dan berbakat.
Inter memutuskan untuk merekrut sang bomber setahun kemudian pada 2001, tetapi penampilannya jauh dari kata mengesankan di awal.
Pada paruh pertama musim 2001-2002, Adriano hanya mampu catatkan satu gol dari 14 penampilan di lintas kompetisi.
Baca Juga: Belum Selevel, Erling Haaland Tak Pantas Bandingkan Diri dengan Zlatan Ibrahimovic
Hal ini membuat dia dipinjamkan ke Fiorentina pada paruh kedua musim 2001-2002 lalu dipinjamkan ke AC Parma hingga akhir 2003.
Setelah genap dua tahun di Parma, Adriano kembali ke Giuseppe Meazza pada Januari 2004 dan langsung nyetel dengan permainan Inter yang kala itu dilatih Alberto Zaccheroni.
Ia menghabiskan paruh kedua musim 2003-2004 dengan menorehkan 12 gol dari 18 penampilan yang dimainkannya di berbagai ajang.
Pada musim tersebut juga, Adriano mampu menyabet gelar Sepatu Emas bersama Brasil di ajang Copa America 2004.
The 2004 Copa América Final. It was the 93rd minute and Argentina were one minute away from winning their first trophy in 11 years.
Up steps Adriano Leite Ribeiro
At times here he’s at his unplayable best. We can only look back on his career and think what could have been. pic.twitter.com/syW5eU7oBp
— AllThingsSeleção ™ (@SelecaoTalk) April 11, 2020
Adriano menjadi pencetak gol terbanyak dengan torehan tujuh gol dan juga terpilih sebagai pemain terbaik selama turnamen.
Hal inilah yang membuat Inter semakin yakin bahwa Adriano akan bisa menjadi ujung tombak Inter di bawah asuhan pelatih anyar kala itu, Roberto Mancini.
Penampilan tersebut terbukti dengan meningkatnya jumlah gol yang dihasilkan oleh Adriano pada musim 2004-2005.
Dari 42 laga yang dimainkan, Adriano berhasil mencetak 28 gol dan empat assist di berbagai ajang dan mampu persembahkan gelar Coppa Italia.
Baca Juga: Manchester United Seharusnya Merekrut Gareth Southgate daripada Erik ten Hag
Musim 2005-2006, Adriano mampu tampil moncer dengan sukses membawa Inter meraih meraih trofi Serie A, Coppa Italia, dan Suppercoppa Italiana.
Gelontoran 19 gol dan delapan assist membuat dirinya dinilai bakal memiliki karier cemerlang bersama Inter.
Namun, dari sinilah petaka dimulai, ia tak pernah benar-benar bisa tampil memuaskan setelah musim 2005-2006.
Kematian sang Ayah dan depresi menjadi penghancur kariernya
"Gelar ini milik ayah saya. Dia adalah teman baik saya dalam hidup, pasangan saya. Tanpa dia, saya bukan apa-apa," kata Adriano.
Ucapan tersebut didedikasikan kepada ayahnya ketika mengantarkan Brasil merengkuh trofi Copa America 2004.
Setelah kemenangan tersebut, ia kembali ke Italia untuk menjalani pelatihan pramusim.
Namun, tak berselang lama, Adriano mendapat kabar kematian mendadak Ayahnya pada pertengahan tahun 2004.
Baca Juga: Barcelona Ingin Bajak Bernardo Silva dari Man City, Pep Guardiola Tak Tinggal Diam
Kapten Inter Milan saat itu, Javier Zanetti, mengungkapkan bahwa Adriano menerima telepon yang mengabarkan ayahnya meninggal karena serangan jantung.
"Dia mendapat telepon dari Brasil: 'Adri, ayah sudah meninggal'," kata Zanetti, dikutip BolaSport.com dari Sportbible.
"Saya melihat dia di kamarnya, dia melempar telepon dan mulai berteriak."
"Anda tidak bisa dan jangan bayangkan jeritan seperti apa itu. Saya merinding bahkan sampai hari ini."
"Dia terus bermain sepak bola, mencetak gol dan menunjuk ke langit, mendedikasikannya untuk ayahnya," kata Zanetti kepada Tutto Mercato.
"Sejak saat itu, (Massimo) Moratti dan saya memutuskan untuk membimbingnya seperti adik sendiri dan melindunginya," ucap Zanetti lagi.
Sayangnya, dukungan morel yang diberikan rekan-rekan tak dapat mengeluarkan Adriano dari jurang depresi sebab kematian ayahnya.
Periode buruk Adriano di Inter terjadi dari 2005 hingga 2007. Depresi telah membuatnya menenggak minuman keras dan menjadi seorang pencandu alkohol.
Tak ada jalan keluar bagi sang bomber dari hal tersebut. Adriano pun kehilangan sentuhan magisnya di depan gawang.
Baca Juga: Jawaban Songong Kompatriot Lionel Messi saat Ditanya soal Masa Depan di PSG
"Kematian ayah saya meninggalkan kekosongan besar dalam diri saya," kata Adriano kepada majalah Brasil R7 pada 2018, dikutip BolaSport.com dari Sportbible.
"Saya sendirian, sedih dan tertekan di Italia dan saat itulah saya mulai minum."
"Saya tidak tahu bagaimana menyembunyikannya karena saya mabuk bahkan saat latihan."
"Saya benar-benar mabuk. Mereka membawa saya ke rumah sakit untuk tidur dan kemudian klub memberi tahu pers bahwa saya memiliki masalah otot," ujar Adriano.
Setelah musim 2005-2006, Adriano tak pernah mencetak lebih dari 10 gol sehingga ia dipinjamkan ke Sao Paulo pada Januari 2008 untuk mengembalikan ketajamannya.
Namun, peminjaman tersebut tak membuahkan hasil dan pada akhirnya Inter menjual Adriano kembali ke Flamengo pada bursa transfer musim panas 2009.
???? ¡Una máquina de hacer goles!
Espectacular Adriano ????????#UCL | @A10imperador pic.twitter.com/4VuAEBBAPz
— Liga de Campeones (@LigadeCampeones) August 19, 2021
Kendati tak pernah mencapai kesuksesan berarti di Inter, Adriano turut mempersembahkan empat gelar Serie A, dua trofi Coppa Italia, dan tiga piala Suppercoppa Italiana.
Catatan 74 gol dan 27 assist dalam 177 penampilan bersama Inter sudah cukup membuatnya akan dikenang sebagai salah satu pesepak bola andal.
Adriano mengakhiri karier sepak bolanya pada 2016 dengan klub terakhir yang dibela adalah Miami United.
Kehancuran karier tak menutupi fakta bahwa Adriano telah diakui sebagai salah satu pemain bola yang hebat.
Baca Juga: Erling Haaland Tutup Mulut Pedas Bek Swedia dengan 2 Gol
Kontroversi dan kehidupan terkini
Berdasarkan laporan The Sun pada 2015, Adriano pernah dikabarkan frustrasi sebab mengalami kegagalan transfer.
Transfer tersebut melibatkan klub Brasil, Althetico Paranaense, ke klub kasta kedua Liga Prancis, Le Havre.
Sejatinya, Adriano telah sepakat untuk bergabung, tetapi kesalahan dari pihak Le Havre membuat transfernya gagal dan urung terjadi.
Kegagalan tersebut dilampiaskan dengan mengunjungi rumah bordil dan menghabiskan malam dengan 18 wanita pekerja malam dengan ditaksir menghabiskan uang sekitar 13 ribu pounds atau sekitar Rp235 miliar.
Tak berhenti sampai di situ, setelah memutuskan gantung sepatu, Adriano juga pernah kedapatan terjerumus ke dunia mafia.
Adriano sempat tergabung bersama geng bernama Comando Vermelho yang aktif di daerah Rio de Janeiro, Brasil.
Hal tersebut terungkap saat tersebarnya sebuah foto-foto di media sosial dengan Adriano memegang senjata api otomatis jenis AK-47 yang disinyalir menjadi bagian dari geng tersebut.
Baca Juga: Lionel Messi Sudah Dapat 40 Trofi Sejak Debut, Barcelona dan Real Madrid pun Harus Sungkem
Adriano juga dilaporkan tinggal di pemukiman kumuh yang berada di Vila Cruzeiro, Brasil.
Di sana, kelakuan buruk Adriano semakin parah dengan semakin gemar meminum alkohol dan banyak menghabiskan obat-obatan.
Hal tersebut menjadi salah satu titik terendah dalam hidupnya.
Adriano lalu memutuskan menjual rumah mewahnya pada 2021 senilai 1,3 juta euro atau Rp22,3 miliar.
Pada April 2022, Adriano kembali terlihat di lapangan sepak bola di Italia, tepatnya berada di San Siro saat Inter Milan menghadapi AC Milan pada semifinal Coppa Italia.
Shot 99
Speed 99Welcome back Legend Adriano Leite Ribeiro, much love for you
— ???????????????????????????????? ???????????????????? ???? (@itudiazdisaster) April 19, 2022
????????
Adriano disambut dengan baik oleh Corporate CEO, Alessandro Antonello, dan CEO for Sport, Giuseppe Marotta.
Pria yang kini berusia 40 tahun itu mengucapkan terima kasih kepada para fan yang menyambut dirinya dengan penuh sukacita.
"Saya ingin berterima kasih kepada semua pihak atas sambutannya yang hangat. Saya senang bisa kembali ke sini. Saya merasa emosional karena berada di San Siro adalah pengalaman luar biasa,” kata Adriano, dikutip BolaSport.com dari situs resmi Inter.
"Saya punya begitu banyak kenangan manis di stadion ini, dan setelah menghabiskan waktu begitu lama di klub, saya berbahagia bisa hadir kembali di sini."
Baca Juga: Kalau Si Bocah Nakal Pergi, Barcelona bakal Rekrut Sahabat Lionel Messi
"Secara khusus, saya ingin berterima kasih kepada fan karena merekalah yang menobatkan saya menjadi Kaisar. Saya tidak mungkin berhasil tanpa mereka."
"Setiap kali saya dan keluarga berbicara tentang masa saya di klub, saya selalu merasa terharu. Saya harap kami menang hari ini dan kita semua pulang dengan gembira," ujar Adriano.
Adriano telah menganggap Inter sebagai rumah keduanya. Kapan pun hadir di Italia, dia akan selalu dicintai oleh para penggemar I Nerrazzuri.
"Saya harus berterima kasih kepada fans karena mereka begitu mencintai saya," kata Adriano.
"Kalian memberi saya julukan ‘Kaisar’ dan saat ini saya masih sulit memahami kenyataan bahwa kata itu berhubungan dengan saya."
"Setiap kali saya datang ke Italia, saya merasa begitu dicintai, dan ini membuat saya bahagia. Tempat ini akan selalu menjadi rumah kedua," tutur Adriano mengakhiri.
Editor | : | Ade Jayadireja |
Sumber | : | Thesun.co.uk, Marca.com, Sportbible.com, Inter.it, Tuttomercato.com |
Komentar