BOLASPORT.COM - Marc Marquez dan Stefan Bradl telah saling bahu membahu di Honda sejak 2018. Namun, di balik itu ada sejarah rivalitas di antara keduanya.
Kalau ada satu prestasi yang paling dibanggakan Stefan Bradl, gelar juara dunia Moto2 pada 2011 adalah jawabannya.
Titel juara membuat Stefan Bradl menggenapi mimpinya yaitu mengungguli prestasi ayahnya, Helmut Bradl, runner-up GP250 (kategori pendahulu Moto2) pada 1991. Tepat dua dekade.
"Dan saya punya tato di punggung saya yang bertuliskan '1991, 2011, Juara Dunia'," kata Bradl dalam episode kedua Behind The Dream: Stefan di kanal Youtube Honda.
"Itu adalah momen paling menyentuh dalam hidup saya."
Kebanggaan Bradl menjadi lebih besar karena dia menjadi juara dunia dengan mengalahkan salah satu talenta terbesar yang pernah ada yaitu Marc Marquez.
Bradl dan Marquez bersaing ketat pada musim itu.
Bradl, yang unggul setahun dalam pengalaman, mendominasi kejuaraan pada awal musim dengan catatan empat kemenangan dalam enam seri pertama.
Marquez yang berstatus debutan merespons dengan mengemas tujuh kemenangan hingga hanya tertinggal tiga poin dari Bradl saat kejuaraan menyisakan dua seri.
Baca Juga: Tes MotoGP Misano - Tembus 10 Besar, Quartararo Tak Kaget Marquez Tetap Tampil Sangar
Petaka kemudian dialami Marquez. Kecelakaan jelang lomba di Malaysia membuat Si Semut dari Cervera melewatkan dua seri pamungkas.
Absennya Marquez membuat Bradl memastikan gelar juara karena keunggulan 89 poin dari pembalap di peringkat tiga, Andrea Iannone, tak mungkin terpangkas.
Sayangnya, karier Bradl di kelas utama tak sementereng Marquez.
Pencabutan "Rookie Rule" pada 2013 memungkinkan Marquez langsung melakoni debut di kelas para raja bersama tim pabrikan Repsol Honda.
Tiga musim sebelumnya, pembalap debutan harus bergabung dengan tim satelit pada musim pertama. Tak terkecuali Bradl yang memulai dari LCR Honda pada 2012.
"Saya sangat iri ketika Marc datang ke MotoGP. Kami tidak banyak berbicara karena rivalitas besar di antara kami," kata Bradl.
"Saya merebut gelar dengan mengalahkannya jadi saya ingin mengalahkannya lagi tetapi dia lebih cepat dan saya tidak tahu caranya agar bisa lebih cepat darinya."
"Saya sudah tampil maksimal dan untuk bisa menerima situasi itu, ketika saya berusia 23 tahun dan dia lebih muda ... sangat sulit."
"Saya menaruh respek besar kepadanya sebagai pembalap karena talentanya yang luar biasa tetapi dia lebih cepat daripada saya dan saya membencinya."
Baca Juga: Daripada 'Zonk' Lagi, Honda Tak Mau Tes Motor Baru Tanpa Marc Marquez
"Dia menghancurkan saya," imbuh pembalap kelahiran Augsburg, Jerman.
Marquez berhasil menjawab ekspektasi tinggi dengan menjadi juara pada musim debutnya pada MotoGP sekaligus memecahkan rekor juara dunia termuda di kelas utama.
Lima gelar berikutnya membuat Si Alien mendapat kepercayaan besar dari Honda hingga masih menjadi tumpuan di tengah musibah yang dialaminya.
Adapun Bradl, pencapaiannya pada awal kiprahnya di kelas utama sebenarnya tidak buruk-buruk amat walau tentunya sangat jomplang jika dibandingkan Marquez.
Di samping podium pada MotoGP Americas 2013, yang dimenangi Marquez, Bradl tak pernah sekalipun finis di luar posisi 10 besar pada tiga musim pertamanya.
Sayangnya, dua musim berikutnya bersama Forward-Yamaha dan Aprilia tak berjalan mulus bagi pembalap yang akan berusia 33 tahun pada 29 November nanti.
Pada 2017 dia mencoba peruntungan pada World Superbike dengan menjadi rekan setim Nicky Hayden di tim Red Bull Honda, satu-satunya tim bermotor Honda saat itu.
"Dengar, saya pergi ke Superbike dan ini adalah kesalahan terbesar yang pernah saya buat karena saya benar-benar kesulitan," ungkap Bradl.
"Pada bulan Mei, Nicky Hayden meninggal dunia karena kecelakaan saat bersepeda dan saya sendirian di tim, sendirian."
Baca Juga: Borok Zero Grip Yamaha yang Bikin Andrea Dovizioso Sepakat dengan Valentino Rossi
"Saya tidak tahu apa yang akan saya lakukan dan kemudian Takeo Yokoyama (Direktur Teknis Honda) bertanya apakah saya ingin menjadi pembalap penguji Honda di MotoGP?"
Bradl mengambil peran pembalap penguji Honda pada 2018, menjadi "pengabdi" bagi Marquez dan pembalap Repsol Honda sampai sekarang.
Kehadiran Bradl sebagai penguji disyukuri Marquez.
"Sangat sulit menemukan pembalap penguji yang bagus karena mereka harus cepat tetapi kalau terlalu cepat dia akan menjadi pembalap tim pabrikan," tutur Marquez.
"Sementara kalau terlalu pelan, dia tidak bisa menguji motornya seperti yang kami harapkan. Komentarnya harus presisi. Dia harus fokus."
Konsentrasi diperlukan karena pembalap penguji bisa melahap 100 lap dalam sehari, di lintasan yang sama.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa pembalap lebih menyukai balapan daripada tes dan tidak terkecuali Marquez.
"Bagi saya, dalam aspek mental, saya tidak tahu apakah saya bisa melakukannya," ujar Marquez sambil tersenyum.
Bradl menemukan kepuasan tersendiri dari perannya sebagai pembalap penguji.
Baca Juga: Valentino Rossi Pensiun, Marc Marquez Tetap Bukan Pembalap MotoGP Terpopuler
Berbeda dengan pembalap reguler, kebahagiaan Bradl tidak datang dari hasil balapan tetapi ketika tahu bahwa umpan baliknya sesuai dengan data.
Pembalap penguji tidak punya suara dalam pengembangan. Tugas mereka hanya menjelaskan apa yang terjadi dengan motornya.
Pada akhirnya keputusan tetap berada di tangan para insinyur di pabrikan.
Alhasil, ada kebanggaan tersendiri yang dirasakan Bradl ketika tim berhasil membuat peningkatan dengan si kuda besi.
"Mungkin saya punya talenta untuk mengekspresikan diri saya, untuk menerjemahkan feeling saya di atas motor kepada para teknisi," kata Bradl.
"Dan kemudian kami bisa meningkatkan motornya, ini adalah sebuah hal yang spesial bagi saya," tandasnya.
Baca Juga: Marco Bezzecchi Semringah, Tetap Kawal Panji Valentino Rossi Musim Depan
Editor | : | Ardhianto Wahyu Indraputra |
Sumber | : | hondaracingcorporation.com |
Komentar