BOLASPORT.COM - Tahun 2018 menghadirkan peristiwa yang krusial bagi MotoGP. Dani Pedrosa yang menjadi pelaku sejarah melihat kembali keputusannya saat itu.
Peristiwa yang dimaksud adalah keputusan Pedrosa untuk gantung helm yang diikuti perekrutan Fabio Quartararo oleh tim Petronas Yamaha SRT yang baru dibentuk.
Takdir dua pembalap juara dunia tersebut memang seperti bersinggungan.
Merekrut Quatararo hanya akan menjadi angan-angan jika Petronas SRT berhasil menuntaskan misi menyelamatkan Pedrosa yang berada di persimpangan jalan.
Prestasi yang menurun membuat Pedrosa harus melihat pintu keluar di Repsol Honda, tim yang diperkuatnya selama 13 musim beruntun.
Akan tetapi, latar belakang sebagai pembalap bintang membuat sang juara tanpa mahkota di MotoGP ini terlalu sayang untuk dibiarkan pergi begitu saja.
Tawaran Yamaha dan SRT hampir membuat Pedrosa menunda keputusan pensiunnya.
Walau tampil di tim satelit, Pedrosa dijanjikan motor Yamaha YZR-M1 Spec-A atau setara motor tim pabrikan pada awal musim.
Sekadar informasi, Yamaha kala itu masih terkenal "pelit" dalam urusan menyediakan dukungan kelas pabrikan terhadap tim satelit mereka.
Baca Juga: Pengabdian Kalahkan Ketakutan, Alasan Dani Pedrosa Turun Gunung pada MotoGP 2023
The Little Spaniard bimbang. Dia masih belum membuat keputusan saat wartawan dikumpulkan dalam konferensi pers khusus jelang GP Catalunya pada 14 Juni 2018.
"Saya hanya dapat mengatakan ada beberapa pilihan dan saya masih mempertimbangkannya," katanya menepis isu pensiun ataupun bertahan.
Keputusan Pedrosa baru bulat sebulan berselang. Tanggal 12 Juli, Juara dunia GP125 dan GP250 ini merasa bahwa sudah waktunya untuk menutup karier balapnya.
Kursi yang dilepas Pedrosa akhirnya menjadi milik remaja berusia 19 tahun bernama Quartararo.
Tanggal 13 Agustus, Managing Director Yamaha Motor Racing, Lin Jarvis, mengonfirmasi bahwa Quartararo menjadi tandem Franco Morbidelli di tim satelit mereka.
Apa yang terjadi berikutnya menjadi sebuah catatan dalam sejarah MotoGP.
Pembalap muda yang kurang diperhitungkan itu menjelma menjadi salah satu penantang serius untuk gelar juara di kelas para raja.
Hanya pada tahun pertama Quartararo sudah mampu mencuri perhatian.
Baca Juga: Pangkas Margin Terbesar untuk Cetak Sejarah, Bagnaia Diganjar Nominasi Laureus World Sport Awards
El Diablo memecahkan rekor pole sitter termuda dan beberapa kali memberikan ancaman nyata kepada Marc Marquez yang memiliki aura tak terkalahkan.
Quartararo akhirnya menorehkan namanya di trofi Tower of Champions setelah berhasil menjuarai MotoGP pada 2021.
Pembalap asal Prancis tersebut masih menjadi pemain utama bagi Yamaha dalam persaingan juara kendati mengalami hasil kurang ideal pada tahun lalu.
Melihat realita yang terjadi, Pedrosa tidak menampik bahwa dia beberapa kali memikirkan kembali keputusannya lima tahun yang lalu.
"Harus saya akui bahwa terkadang saya memiliki perasaan itu," jawab Pedrosa setelah berpikir sejenak dalam wawancara dengan Speedweek baru-baru ini.
"Saya mendapatkan tawaran dari Yamaha, dengan motor yang dipakai Fabio Quartararo pada akhirnya. Dan kita semua tahu bagaimana kelanjutannya."
"Tentunya Yamaha mengalami fase yang berbeda sesudah itu, yang mungkin tidak terlalu bagus, tetapi saya mempertimbangkannya waktu itu."
Tidak mudah untuk berandai-andai bagaimana jadinya jika Pedrosa yang mengambil posisi di Petronas Yamaha SRT ini.
Akan tetapi, satu hal yang bisa menjadi pembeda adalah kondisi mental Pedrosa dan Quartararo.
Baca Juga: Butuh Cepat Tim Satelit untuk 2024, Bos Yamaha: Logikanya VR46 adalah Opsi Ideal
Ketika Pedrosa menghadapi keraguan dengan masa depannya, Quartararo sedang berada dalam momentum untuk bangkit dari keterpurukan.
Quartararo melihat titik terang setelah perjalanan karier yang tidak mudah di kelas pra-MotoGP yaitu Moto3 (2015-2016) dan Moto2 (2017-2018).
Putra mantan pembalap, Etienne Quartararo, itu terbebani dengan ekspektasi sebagai "Titisan Marc Marquez" karena keberhasilan mendominasi kompetisi junior.
Tahun 2018 pun tidak berjalan mudah bagi Quartararo. Akan tetapi, di titik terbawah ini dia mendapat semangat untuk berubah.
Hasil buruk saat cuma bisa start dari posisi ke-28 pada GP Argentina (8/4/2018) memantik kembali api yang hampir padam dalam diri Quartararo.
"Itu adalah balapan yang membuat saya berubah. Saya akan bilang itu memori yang hebat karena saya bisa menertawakannya sekarang," kenang El Diablo.
Dua bulan sesudahnya Quartararo mencetak kemenangan grand prix pertamanya di Catalunya (17/6/2018) diikuti podium pada seri berikutnya di Belanda (1/7/2018).
Kesuksesan Quartararo di Yamaha pun tidak terlepas dari determinasinya yang terjaga karena terjauhkan dari sorotan yang tidak diinginkan.
Yamaha menghadapi situasi yang mirip dengan Speed Up, tim terakhir yang diperkuat Quartararo di Moto2, karena tidak dianggap sebagai tim dengan motor terbaik di kelasnya.
Baca Juga: Dani Pedrosa Jagokan Trio Ducati pada MotoGP 2023, Marc Marquez Dilupakan?
Paceklik kemenangan yang sempat dialami dalam 25 balapan beruntun pada 2017-2018 membuat Yamaha berada di bawah bayang-bayang Ducati dan Honda.
Adapun dengan Pedrosa yang memerlukan pegangan, kondisi Yamaha yang sedang tidak baik-baik saja barangkali akan menghadirkan efek yang berbeda.
Barangkali, karena tidak akan ada yang pernah tahu apa yang akan terjadi jika skenarionya berubah.
Selain itu tidak ada yang tahu dengan nasib Quartararo jika bertahan setahun lebih lama di kelas Moto2 dengan ekspektasi yang bertambah.
Pedrosa sendiri telah berdamai dengan masa lalunya. Dia tetap percaya pensiun adalah keputusan paling tepat yang bisa diambilnya.
"Anggap saja begini: aspek lain dari kehidupan sebagai seorang pembalap sangat mengganggu saya," terang Pedrosa soal alasannya untuk pensiun.
"Saya dahulu bisa menghadapinya tetapi saya kemudian berada di titik ketika beban dari hal yang tidak saya senangi lebih berat."
"Pada akhirnya, saya memutuskan bahwa itu adalah hal terbaik yang bisa saya lakukan pada saat itu," tandas pria yang kini menjadi pembalap penguji bagi KTM ini.
Baca Juga: Menuju Comeback Andrea Iannone, Satu-Satunya Pembalap yang Ditakuti Marc Marquez
Editor | : | Ardhianto Wahyu Indraputra |
Sumber | : | Berbagai sumber |
Komentar