8 detifk), 200 meter (24.4 detik) dan lari beranting 4 X 100 meter.
PestaAsia.com – Dunia olahraga di Asia telah menjadi heboh ketika menjelang keberangkatan regu Pilipina ke Asian Games Bangkok pada tahun yang lalu.
Salah seorang top atletnya menghilang. Atlet itu tidak lain daripada Mona Solaiman, "Ratu" gelanggang Asian Games 1962 di Jakarta dan harapan Pilipina untuk menggondol medali emas di Bangkok.
Di Jakarta Mona telah memenangkan tiga medali emas, untuk 100 meter (11-8 detifk), 200 meter (24.4 detik) dan lari beranting 4 X 100 meter sebagai pelari terakhir ketika pada pertukaran tongkat ketiga regu Jepang sudah berada di depannya.
Sebetulnya, Mona Solaiman tidak "hilang", melainkan "menghilang" dari regunya dan pergi ke desanya jauh dari Manilla. Alasannya ialah, tidak mau menjalani pemeriksaan jenis kelamin atas dirinya.
(Baca juga: 11 Tahun Menikah Tanpa Berhubungan Intim, Pasangan Berberat Badan Ekstrem Ini Akhirnya Lakukan Ini!)
Karena di Bangkok semua atlet wanita akan diteliti jenis kelamin, maka sedianya sebelum keberangkatan regu komite A-G. Pilipina di Manilla sendiri hendak mengadakan pemeriksaan terhadap para atletnya.
Entah sebab apakah sampai wanita tercepat di Asia itu tidak mau diperiksa. Namun, kemudian Mona berangkat juga ke Bangkok, dan menyatakan dirinya mau diteliti. Tapi, entah kenapa lagi, sebelum sempat diperiksa Mona terbang kembali ketanah airnya.
Katanya ia marah terhadap seorang petugas Pilipina, yang mengucapkan kata yang oleh Mona dianggap menghina dirinya.
Bagaimanapun, pada kenjataannya Mona Solaiman, yang di Jakarta setiap kali menang dengan cara yang mengesankan dan gayanya lebih bersifat ke-pria-an daripada kewanitaan, belum menjalani penilitian jenis kelamin atas dirinya.
(Baca juga: Pantas Jasad-jasad 'Abadi' para Pendaki Everest Terlihat Memilukan, Ternyata 13 Hal Ini Yang Terjadi)
Maka ia tergolong pada kategori atlet wanita yang jenis kelaminnya yang sebenarnya, diragukan.
Sepanjang masa apabila muncul seorang atlet wanita yang prestasinya dibidang olahraga sangat menonjol, jauh melebihi kemampuan atlet wanita lainnya, dan apabila perawakan, gaya, dan dadanya agak berlainan dengan atlet-atlet wanita saingannya, selalu ada saja orang yang menaruh keragu-raguan apakah bintang lapangan itu sungguh seorang wanita tulen.
Kalau di waktu-waktu yang lampau keragu-raguan dan kecurigaan itu samar-samar maka pada waktu belakangan ini kecurigaan tersebut lebih kuat dan lebih beralasan, karena khususnya dalam cabang olahraga atletik untuk kejuaraan-kejuaraan besar, seperti kedjuaraan Eropa, Asian Games atau pesta Olimpik, atlet-atlet wanita diharuskan menjalani penelitian atas jenis kelaminnya.
Pada tahun 1936 dalam Olympic di Berlin ada dua atlet yang prestasinya sangat menonjol diatas para Saingannya.
(Baca juga: Kepribadian Seseorang Bisa Dilihat dari Bentuk Jempolnya, Yuk Dicek!)
Helen Stephens dari Amerika Serikat menang dalam 100 meter dalam waktu rekor dunia, 11,5 detik. Dalam perlombaan lempar cakram atlet Jerman Gisela Mauermeyer, menang pula dengan jarak rekor dunia, 47.63 m.
Helen Stephens membuat rekor dunia 11.4 detik, yang baru 6 tahun kemudian disamai oleh Fanny Blankers-Koen dari Nederland. Helen Stephens berperawakan tinggi, kurus, suaranya rendah, tidak memiliki kelembutan wanita sedikitpun.
Gaya larinya serupa dengan seorang laki-laki. Gisela Mauermeyer orangnya tinggi besar, bergaya seperti seorang pria, seperti Helen Stephens juga berdada seperti pria.
Namun kesemuanya itu tidak memberikan dasar yang cukup kuat untuk meragukan ketulenan kewanitaannya, dan sampai kini rekor dunia kedua atlet itu masih tetap diakui.
(Baca juga: Mengerikan! Inilah 5 Hasil Gagal Operasi Plastik yang Paling Parah di Dunia, Nomor 3 Ternyata Seorang Pria)
Dewasa ini dunia atletik dan dunia wanita sibuk memperbincangkan nasib lima orang wanita "top atlet" sedunia: kakak-beradik Tamara dan Irina Press, Tatyana Shchelkanova, Maria Itkina (keempat wanita ini dari Uni Sovjet) serta Yolanda Balao (dari Rumania).
Terhadap kelima atlet wanita itu sudah lama dirasakan keraguan atas kelaminnya.
Tamara Press, bertubuh besar dan kekar. Untuk pertama kalinya ia menumbangkan rekor dunia tolak peluru pada tahun 1959-Galina Zybina, dari Uni Soviet juga, melihat namanya, yang sedari 1952 tercantum pada daftar pemegang rekor dunia, sekaligus terhapus.
Rekornya yang terakhir, 16.76 cm, dilewati 49 cm oleh Tamara Press. Semenjak itu hampir setiap tahun wanita Soviet itu, yang memiliki tubuh sebesar seorang pengangkat besi, memperbaiki rekornya, yaitu 17.42 m pada tahun 1960, 17-78 m sebulan kemudian, 18-55 m pada tahun 1962 dan 18.59 m pada tahun 1965 dalam kejuaraan Eropa di Stuttgart.
(Baca juga: Jika Telinga Anda Berdenging, Maka Itu Merupakan Pertanda dari 5 Hal Ini)
Pernah katanya Galina Zyfaina ketika dikalahkan oleh Tamara Press dalam kejuaraan nasional Uni Soviet menolak menempati mimbar pemenang. Galina maunya monduduki tempat pemenang pertama, karena menurut dia "Tamara Press bukanlah seorang wanita".
Oleh karena itu Zybina diskors 6 bulan oleh persatuan atletik Uni Soviet.
Dalam panca lomba tidak ada seorang wanita lain sejak 1959 yang dapat mengalahkan atau mendekati prestasi Irina Press, adik Tamara. Pada tanggal 13 dan 14 September 1959 di kota Krasnoaar Irina Press menumbangkan rekor dunia dari rekan senegaranya, Bystrova, dalam panca lomba.
Irina mencapai jumlah angka 4.880. 8 biji lebih banjak daripada rekor Bystrova. Prestasinya ketika itu ialah: 10.9 dt untuk lari gawang 80 m, 14-20 m untuk tolak peluru, 1.58 m untuk lompat tinggi, 5.82 m untuk lompat jauh dan 24.8 dt untuk lari 200 m.
Setelah itu rekor dalam nomor serba bisa untuk wanita itu tumbang enam kali dan keenam kali itu oleh Irina Press. Yang terakhir kalinya pada tahun 1964 di Tokio ketika Irina menangkan medali emas Olimpik.
Jumlah biji angka ialah 5.246, sedang prestasi-prestasinya 10.7 — 17.16 m — 1.63 m. — 6-24 m — 24.7. Tatyana Shchelkanova telah tujuh kali menumbangkan rekor dunia lompat jauh, sekali melampaui rekor Hildrun Claus (Jerman) pada tahun 1961 dan lima kali melampaui rekornya sendiri.
Pada tanggal 4 Juli 1964 di Moskow ia mencapai jarak 6.70 m. Tapi rekor dunianya ini dipecahkan oleh atlet Inggeris, Mary Bignal Rand, dalam Olimpiade 1964 di Tokio. Nj. Rand melompat sejauh 6.76 m.
Maria Itkina terkenal karena rekor dunianya dalam lari 400 m, yang ditempuhnya dalam waktu 53.2 detik. Namanya tercatat untuk pertama kalinya pada daftar rekor dunia lomba lari tsb pada tahun 1957.
Dari 55.2 Itkina berhasil menurunkannya ke 54.0. Pada tahun 1963 ia masih mampu memperbaiki rekornya sendiri, di Kiev ia mencaatatkan waktu 53.2 detik. Saingan satu-satunya di dunia adalah Shih Keum Dan dari Korea Utara.
Orangnya kurus, jangkung, berotot panjang dan keras, “pezig", keahliannya adalah melompati mistar. Pada tahun 1956 tinggi mistar itu ialah hanya 1.75 m, pada tahun 1961 sudah 1.91 m. Yolanda Balas dari Rumania adalah pemegang rekor dunia untuk wanita dalam nomor tsb.
Orang menaruh keragu-raguan terhadap kelima wanita, atlet kenamaan itu, apakah mereka benar-benar wanita tulen. Namun kepastian tetap tidak ada. Kelima wanita itu tidak muncul di Budapest untuk memeriksakan dirinya, sekali pun nama-namanya terdaftar selaku peserta.
Sedangkan 234 atlet wanita lainnya telah menjalani penelitian itu dengan rela, mereka mengemukakan berbagai alasan untuk tidak datang atau tidak diperiksa. Kedua saudara Press tinggal dirumah, karema harus merawat ibunja yang sakit.
Tatyana Shchelkanova dan Maria Itkina katanya sedang menderita karena luka-luka dari perlombaan-perlombaan sebelumnya. Yolanda Balas datang di Budapes, tapi kakinya pada bagian tumit dibalut rapih, cukup beralasan untuk mangkir dalam perlombaan kejuaraan se Eropa, dan tidak diperiksa.
Kesemuanya itu bahkan lebih memperkuat keragu-raguan terhadapnya. Malahan ada cerita lain mengenai dii ke-5 wanita tadi. Menurut atlet wanita lain, ke-5 orang tadi selamanya dengan cerdik sekali menghindarkan berganti pakaian, bermandi bersama. Setiap kali muncul dilapangan, mereka sudah mengenakan pakaian latihan lengkap.
Mengenai Shin Keum Dan, pelari wanita dari Korea Utara, yang secara tidak resmi memegang rekor dunia untuk 400 m dan 800 m, 51.4 dan 1.590 pernah disiarkan cerita, bahwa pada suatu waktu ia dikenal kembali oleh ayahnya, jang berada di Korea Selatan, sebagai anak laki-lakinya yang hilang di medan peperangan.
Cerita ini tentunya tidak benar, karena pada tahun 1964 pada kesempatan regu Korea Utara berada di Tokio menjelang pesta Olimpik. Keum Dan memang betul bertemu dengan ayahnya, yang sengaja datang dari Korea bagian Selatan untuk menemui puterinya-
Karena prestasinya yang luar biasa, karena gaya larinya yang kuat dan bebas, maka terhadap Shin Keum Dan ada keragu-raguan juga.
Keraguaan semacam diatas itu terdapat juga di Indonesia. Antara lain mengenai diri Karnah Sukarta, atlet gadis Ciamis, yang tiga rekornya sampai kini masih belum tertumbang, 100 m (12.4), 200 m (25.5), lempar lembing ( 46.48 m).
Tetapi sekitar diri Karnah ini terdapat hanya desas-desus, tanpa adanya indikasi-indikasi yang mencurigakan.
Dalam hampir semua perkara seperti diatas ini sebenarnya tidak ada kepastian, tidak ada pembuktian-pembuktian, selama orang-orang yang bersangkutan memang belum diteliti secara resmi.
Banyak atlet wanita, yang berprestasi tinggi pula dan berotot keras, bergaya kuat dan bebas, namun memang benar-benar wanita.
Pada tahun ketigapuluhan di Amerika muncul seorang atlet wanita yang luar biasa, Mildred "Babe" Didrikson yang meninggal pada usia 42 tahun pada tahun 1956, semasa hidupnya merupakan atlet wanita yang paling "allround".
Pada tahun 1932 ia memenangkan tiga medali Olimpik, dua emas dan satu perak (80 m gawang, lempar lembing dan lompat tinggi), cemerlang dalam basketball, tennis, softball, billiards, loncat indah, golf.
Dalam segala macam olahraga, yang menjadi minatnya, ia mencapai tingkat juara. Pernah dalam tennis Babe berlatih dibawah Teach Tennant (pelatih Little Mo) dan berpartner dengan Louise Brough.
Dan dalam suatu Iatihan saja mereka mengalahkan pasangan Pauline Betz dan Margaret Dupont. Nama Babe Didrikson tidak pernah muncul di dunia tennis internasional, karena ia tidak diperkenankan berlomba tennis sebab dalam olahraga lain, golf a.l. Babe adalah seorang professional.
Kemampuan Babe Didrikson jauh melebihi kemampuan seorang wanita. Namun kemampuan ini tidak datang dengan sendirinya. Babe tidak kenal lelah atau waktu dalam mengejar prestasi.
Sewaktu masih dalam masa belajar golf, Babe pernah berlatih sampai jauh malam, sampai kedua tangannya lecet, berdarah.
Ia berlatih sebelum masuk kantor, di waktu istirahat makan siang, setelah waktu kantor sampai larut malam, setiap hari, sampai ia selaku pemain bayaran pada tahun 1950 memenangkan hadiah 13 ribu dollar lebih dan pada tahun berikutnya 15 ribu lebih.
Pada tahun 1953 setelah menikah dengan Gorge Zacharias, seorang pegulat bayaran, terserang penyakit kanker dan meninggal tiga tahun kemudian.
Fanny Blankers-Koen, bintang Olimpik 1948, pemenang empat medali emas, gaya larinya tidak lemas dan gemulai seperti saingannya yang terberat di London, Maureen Gardner dari Inggeris.
Diantara atlet-atlet wanita Fanny sangat menyolok gaya dan prestasinya. la pun kurus, berotot kuat, keras. Namun Fanny adalah Ny. Blankers dan ia mempunyai dua orang anak.
Sepanjang sejarah hanya beberapa perkara saja menjadi jelas duduk persoalannya. Sekitar tahun 1950 di Nederland muncul seorang gadis dari daerah Utara, Friesland, yang karena prestasi-prestasinya dipandang dapat menggantikan Fanny Blankers-Koen.
Foekje Dillema, demikianlah nama gadis tersebut masih remaja, sekitar lima belassan, namun dalam lari, lompat ia hampir mendekati prestasi Fanny.
Iapun pandai berbalap diatas es, setiap tahun turut serta dalam "elf-steden-tocht", yaitu balap es melalui 11 kota di Friesland. Semua orang kagum atas prestasi Foekje.
Semasa kanak-kanak katanya ia suka bermain bola dengan anak-anak lelaki. Beberapa waktu kemudian nama Foekje Dillema tidak muncul lagi di koran-koran ataupun majalah-majalah olahraga di Negeri Belanda.
Ternyata Foekje adalah seorang "separo-separo", seorang gadis dengan hormon-hormon lelaki.
Pada tahun 1934 Zdenka Koubkova, atlet wanita Ceko, membuat prestasi dunia dalam lari 800 m. Beberapa waktu kemudian ada berita, bahwa Zdenka telah menjalani operasi dari nona beralih ke "tuan".
Dari 1953 sampai 1961 nama HH. Fabanjo sangat terkenal di dunia atletik kita. Gadis dari Malang ini menonjol dalam lomba lari 100 m, 200 m dan 800 m, bahkan memegang rekor-rekor Indonesia didalam nomor-normor tersebut.
Setelah PO.N. V di Bandung pada tahun 1961 namanya lenyap dari dunia atletik nasional. Belum lama berselang seorang pelatih PASI pada kesempatan up-grading para wartawan olahraga membuka tabir mengenai diri Fabanjo.
Dikatakan, bahwa Fabanjo adalah seorang laki-laki, pernah datang di Pelat Nas membawa isteri dan dua anaknya.
(Ditulis oleh Tan Liang Tie. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari bulan Juli 1967)
(Baca juga: Taman Neraka Adalah 1 dari 5 Tempat Wisata Unik yang Ada di Dunia, Berani Mengunjunginya?)
Editor | : | |
Sumber | : | INTISARI-ONLINE.COM |
Komentar